Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 68/PMK.04/2018

Kategori : Lainnya

Pelunasan Cukai


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68/PMK.04/2018

TENTANG

PELUNASAN CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai pelunasan cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.04/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, mengakomodir perkembangan teknologi dan selera konsumen barang kena cukai serta meningkatkan pelayanan di bidang cukai dan tertib administrasi keuangan, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pelunasan cukai sebagaimana dimaksud dalam  huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (8) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelunasan Cukai;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELUNASAN CUKAI.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:  
  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
  3. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
  4. Hasil Tembakau adalah olahan tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
  5. Minuman yang Mengandung Etil Alkohol yang selanjutnya disingkat MMEA adalah semua barang cair yang lazim disebut Minuman yang Mengandung Etil Alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain berupa bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenisnya.
  6. Etil Alkohol atau Etanol yang selanjutnya disingkat EA adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H50H, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesis kimiawi.
  7. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
  8. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari  pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa EA yang masih terutang Cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
  9. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  10. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  11. Pengusaha Pabrik adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik.
  12. Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang memasukkan barang kena cukai ke dalam daerah pabean.
  13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  15. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.


Pasal 2


(1) Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(2) Cukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.


Pasal 3


(1) Pelunasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan cara:
  1. pembayaran;
  2. pelekatan pita cukai; atau
  3. pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
(2) Pelunasan Cukai dengan cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan membayar Cukai sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Pelunasan Cukai dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai, sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat, atau tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
(4) Pelunasan Cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan Cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan membubuhkan tanda pelunasan Cukai lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai, sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat, atau tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.


Pasal 4


(1) Pelunasan Cukai dengan cara pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan atas barang kena cukai berupa:
  1. EA; dan
  2. MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen).
(2) Pelunasan Cukai dengan cara pembayaran atas EA yang dibuat di Indonesia dan MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen), menggunakan dokumen cukai untuk pelunasan dengan cara pembayaran yang paling sedikit memuat identitas perusahaan, jumlah dan jenis barang kena cukai, serta jumlah Cukai yang harus dibayar.
(3) Pelunasan Cukai dengan cara pembayaran untuk EA yang berasal dari impor, menggunakan dokumen kepabeanan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(4) Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dokumen cukai.
(5) Pembayaran Cukai atas EA yang dibuat di Indonesia dan MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi secara tunai pada tanggal yang sama dengan dokumen cukai yang menjadi dasar pembayaran.
(6) Dikecualikan dari ketentuan pembayaran Cukai secara tunai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal pengusaha pabrik mendapat kemudahan pembayaran secara berkala.
(7) Pembayaran Cukai EA yang berasal dari impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan melalui bank devisa persepsi atau pos persepsi.


Pasal 5


Pelunasan Cukai dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan atas barang kena cukai berupa:
  1. MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA lebih dari 5% (lima persen);
  2. MMEA yang diimpor untuk dipakai dalam daerah pabean; dan
  3. Hasil Tembakau.


Pasal 6


(1) Pelekatan pita cukai pada kemasan penjualan eceran untuk:
  1. MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA lebih dari 5% (lima persen) dilakukan di dalam pabrik.
  2. MMEA yang berasal dari impor, dilakukan di negara asal barang kena cukai, di Tempat Penimbunan Sementara, atau di Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Terhadap pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran MMEA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
  1. sesuai dengan tarif Cukai dan kadar EA pada isi kemasan;
  2. merupakan hak importir barang kena cukai berupa MMEA atau pengusaha pabrik yang bersangkutan dan sesuai dengan peruntukannya;
  3. utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai;
  4. tidak lebih dari satu keping;
  5. dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka kemasan yang tersedia;
  6. menjadi tidak utuh dan/atau rusak pada saat kemasannya dibuka; dan/atau
  7. saat dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
(3) Dalam hal pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Cukai dianggap tidak dilunasi.
 
 

Pasal 7


(1) Pelekatan pita cukai pada kemasan penjualan eceran untuk:
  1. Hasil Tembakau yang dibuat di Indonesia, dilakukan di dalam pabrik; atau
  2. Hasil Tembakau yang diimpor untuk dipakai, dilakukan di negara asal barang kena cukai, di Tempat Penimbunan Sementara, atau di Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Terhadap pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
  1. sesuai dengan tarif Cukai dan harga jual eceran hasil tembakau yang ada di dalam kemasan;
  2. merupakan hak pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang bersangkutan dan sesuai dengan peruntukannya;
  3. utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai;
  4. tidak lebih dari satu keping;
  5. dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka kemasan yang tersedia dan khusus untuk hasil tembakau berupa cerutu, pita cukai dapat dilekatkan per batang;
  6. menjadi tidak utuh dan/atau rusak pada saat kemasannya dibuka; dan/atau
  7. saat dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
(3) Dalam hal pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Cukai dianggap tidak dilunasi.


Pasal 8


(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri menyediakan pita cukai MMEA di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan di Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik atau Importir.
(2) Untuk memenuhi kebutuhan pita cukai, Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA mengajukan permohonan penyediaan pita cukai kepada kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi dengan menggunakan dokumen cukai untuk permohonan penyediaan pita cukai MMEA yang paling sedikit memuat identitas perusahaan, jumlah lembar pita cukai serta tarif Cukai.
(3) Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA telah mengajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA mengajukan pemesanan pita cukai kepada kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi dengan menggunakan dokumen cukai untuk pemesanan pita cukai MMEA yang paling sedikit memuat identitas perusahaan, jumlah lembar pita cukai, tarif Cukai serta nilai Cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA tidak merealisasikan seluruh pita cukai yang telah diajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan akhir tahun, dikenakan biaya pengganti penyediaan pita cukai atas pita cukai yang tidak direalisasikan.
(5) Pembayaran biaya pengganti penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi.


Pasal 9


(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri menyediakan pita cukai Hasil Tembakau di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan di Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik atau Importir.
(2) Untuk memenuhi kebutuhan pita cukai, Pengusaha Pabrik atau Importir Hasil Tembakau mengajukan permohonan penyediaan pita cukai kepada kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi dengan menggunakan dokumen cukai untuk permohonan penyediaan pita cukai Hasil Tembakau yang paling sedikit memuat identitas perusahaan, jumlah lembar pita cukai serta tarif Cukai.
(3) Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir Hasil Tembakau telah mengajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik atau Importir Hasil Tembakau mengajukan pemesanan pita cukai kepada kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi dengan menggunakan dokumen cukai untuk pemesanan pita cukai Hasil Tembakau yang paling sedikit memuat identitas perusahaan, jumlah lembar pita cukai, tarif Cukai serta nilai Cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir Hasil Tembakau tidak merealisasikan seluruh pita cukai yang telah diajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan akhir tahun, dikenakan biaya pengganti penyediaan pita cukai atas pita cukai yang tidak direalisasikan.
(5) Pembayaran biaya pengganti penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi.


Pasal 10


(1) Pembayaran Cukai atas pemesanan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (3) dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi secara tunai pada tanggal yang sama dengan dokumen cukai yang menjadi dasar pembayaran.
(2) Dikecualikan dari ketentuan pembayaran pemesanan pita cukai secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pengusaha pabrik mendapat kemudahan penundaan pembayaran.


Pasal 11


Pengajuan dokumen cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan di atas formulir.


Pasal 12


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. contoh format dokumen cukai untuk pelunasan dengan cara pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. contoh format dokumen cukai untuk permohonan penyediaan pita cukai MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);
  3. contoh format dokumen cukai untuk pemesanan pita cukai MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
  4. contoh format dokumen cukai untuk permohonan penyediaan pita cukai Hasil Tembakau sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);
  5. contoh format dokumen cukai untuk pemesanan pita cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3); dan
  6. tata cara pelunasan Cukai dengan pembayaran dan tata cara pelunasan Cukai dengan pelekatan pita cukai,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.


Pasal 13


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah, dengan Peraturan Menteri Keuangan:
  1. Nomor 09/PMK.04/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai;
  2. Nomor 159/PMK.04/2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 387); dan
  3. Nomor 15/PMK.04/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 124),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 14


Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 856