Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 14/PJ/2018

Kategori : KUP, PPh

Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak


19 Juli 2018


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 14/PJ/2018
 
TENTANG
 
PENGAWASAN WAJIB PAJAK PASCA PERIODE PENGAMPUNAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A. Umum
 
Sehubungan dengan telah berakhirnya program Pengampunan Pajak dan untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak, perlu dilakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Pengawasan dilakukan atas Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak maupun yang mengikuti Pengampunan Pajak dengan menerbitkan Lembar Pengawasan. Pengawasan terhadap Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan dengan dukungan data dan/atau informasi internal maupun eksternal pada sistem informasi. Terkait hal tersebut, telah diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2017 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak. Namun demikian, SE-20/PJ/2017 ini belum mengatur mengenai mekanisme monitoring dan pengawasan atas pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak.
Selain itu, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan Pada Investasi di Pasar Keuangan dan di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.
Berdasarkan hal tersebut di atas, ketentuan dalam SE-20/PJ/2017 perlu dilakukan penyempurnaan dan untuk memudahkan dalam memahami serta meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak, disusun Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan kejelasan, keseragaman, dan prioritas dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1. Pengertian;
2. Kebijakan Umum;
3. Pengawasan terhadap Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak;
4. Pengawasan terhadap Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak;
5. Penanganan data dan/atau informasi Wajib Pajak sehubungan dengan kegiatan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak;
6. Monitoring pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan Pada Investasi di Pasar Keuangan dan di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2018;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2017 tentang Tata Cara Pembetulan atas Surat Keterangan;
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2017 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pengungkapan Harta Bersih.
   
E. Materi

1. Pengertian
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
a. Gateway adalah Bank, Manajer Investasi, atau Perantara Pedagang Efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pengalihan Harta Wajib Pajak dan/atau melakukan pengelolaan dan penempatan dana Wajib Pajak pada instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak.
b. Laporan Gateway adalah laporan yang disampaikan oleh Gateway kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pengelolaan Data Eksternal (KPDE) secara langsung atau dalam jaringan, mengenai:
1) pembukaan dan pengalihan dana ke rekening khusus;
2) pembukaan rekening yang khusus dibuat Gateway untuk keperluan investasi dan pengalihan instrumen investasi ke rekening tersebut; dan,
3) posisi investasi Wajib Pajak:
a) setiap bulan; dan/atau,
b) setiap terjadi pengalihan dana dan/atau investasi antar Gateway.
c. Laporan Wajib Pajak adalah laporan mengenai:
1) realisasi pengalihan dan investasi Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2) penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak secara langsung melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib PajaK terdaftar atau secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak.
d. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir adalah:
1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015; atau
2) SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januarl 2015 sampai dengan 30 Juni 2015.
e. Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
2. Kebijakan Umum
a. Pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan melalui:
1) Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak; dan
2) Pengawasan secara umum.
b. Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan terhadap:
1) Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak atas ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta berdasarkan data eksternal dan/atau data internal yang disediakan oleh sistem informasi; dan
2) Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak atas:
a) Pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir; dan
b) Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan selain ketidaksesuaian karena adanya perbedaan nilai, pelunasan uang tebusan dan Laporan Wajib Pajak.
c. Prioritas pengawasan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan terlebih dahulu terhadap:
1) Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta, bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1); dan
2) Pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir, bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) huruf a).
d. Pengawasan secara umum dilakukan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak selain yang telah dilakukan  pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak, yaitu antara lain:
1) Bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak, dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan untuk masa/tahun pajak atas seluruh jenis pajak dengan memperhatikan daluwarsa penetapan;
2) Bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan atas seluruh jenis pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) huruf a).
e. Pengawasan secara umum dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) huruf a) dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengawasan Wajib Pajak dalam bentuk permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan kunjungan (visit) kepada Wajib Pajak.
f. Pengawasan terhadap Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan dengan dukungan data dan/atau informasi internal maupun eksternal pada sistem informasi.
3. Pengawasan Wajib Pajak yang Tidak Mengikuti Pengampunan Pajak
a. Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan data dan/atau informasi internal maupun eksternal mengenai Harta Wajib Pajak dalam basis data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan oleh Account Representative (AR) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV (Seksi Waskon II/III/IV) atau Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.
c. AR sebagaimana dimaksud pada huruf b meneliti data Harta Wajib Pajak antara lain pada:
1) Data dan/atau informasi eksternal dan/atau internal yang sudah divalidasi dan disediakan oleh sistem informasi yang bersumber dari:
a) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak;
b) alat keterangan;
c) hasil kunjungan (visit);
d) data dan/atau keterangan dari pihak Instansi, Lembaga, Asosiasi, atau Pihak Lain (ILAP);
e) hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, data, Laporan, dan pengaduan (IDLP);
f) internet; dan
g) data dan/atau informasi lainnya; serta
2) SPT Tahunan PPh dan/atau SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih, dalam hal telah disampaikan oleh Wajib Pajak.
d. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan penyandingan sebagaimana dimaksud pada huruf c diketahui bahwa Harta Wajib Pajak diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, AR menuangkan hasil penelitian dan penyandingan tersebut dalam Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
e. Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat:
1) ditindaklanjuti dengan pemeriksaan sesuai dengan kebijakan pemeriksaan; atau
2) tidak ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan Lembar Pengawasan diarsipkan.
f. Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 1) digunakan sebagai usulan pemeriksaan.
g. Dalam hal Wajib Pajak yang diusulkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf f belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atas Wajib Pajak tersebut terlebih dahulu diterbitkan NPWP secara jabatan melalui pemeriksaan tujuan lain tanpa dilakukan himbauan terlebih dahulu.
h. Dalam hal Wajib Pajak telah diterbitkan NPWP secara jabatan sebagaimana huruf g, berdasarkan Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 1), atas Wajib Pajak tersebut ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dalam rangka pemeriksaan berdasarkan keterangan lain berupa data Harta Bersih sesuai dengan kebijakan pemeriksaan.
i. Kegiatan Pemeriksaan untuk Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak sehubungan dengan ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta sebagaimana dimaksud pada huruf d hanya dapat dilakukan jika SP2 untuk pemeriksaan tersebut diterbitkan sebelum tanggal 1 Juli 2019.
j. Selain pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak, terhadap Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak tetap dilakukan pengawasan secara umum yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan untuk masa/tahun pajak atas seluruh jenis pajak dengan memperhatikan daluwarsa penetapan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengawasan Wajib Pajak dalam bentuk permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan kunjungan (visit) kepada Wajib Pajak.
4. Pengawasan Wajib Pajak yang Mengikuti Pengampunan Pajak
a. Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak terhadap Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan terhadap:
1) pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir;
2) ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan selain ketidaksesuaian karena adanya perbedaan nilai, pelunasan uang tebusan dan Laporan Wajib Pajak.
b. Prioritas pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak terhadap Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan dengan urutan prioritas sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan oleh AR Seksi Waskon II/III/IV dan Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.
d. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan meneliti dan menganalisis, antara lain:
1) data pada Surat Keterangan/Surat Pernyataan;
2) data Harta Wajib Pajak pada Laporan Gateway;
3) data Harta Wajib Pajak pada Laporan Wajib Pajak;
4) data Harta, penghasilan, biaya,dan kompensasi yang dilaporkan Wajib Pajak pada SPT Tahunan PPh dan SPT Masa termasuk SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih;
5) data Harta dan penghasilan Wajib Pajak pada data eksternal dan/atau data internal.
e. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dilakukan dengan urutan prioritas sebagai berikut:
1) pengawasan terhadap kompensasi kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Masa untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir ke masa pajak berikutnya;
2) pengawasan terhadap kompensasi kerugian fiskal dalam SPT Tahunan untuk bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak berikutnya;
3) pengawasan terhadap Harta yang disampaikan dalam Surat Pernyataan yang berpotensi menjadi sumber penghasilan bagi Wajib Pajak (taxbase);
4) pengawasan terhadap biaya amortisasi untuk aktiva tidak berwujud yang menjadi Harta tambahan dalam Surat Pernyataan;
5) pengawasan terhadap biaya penyusutan untuk aktiva berwujud yang menjadi Harta tambahan dalam Surat Pernyataan;
6) pengawasan terhadap pengalihan hak atas:
a) Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan;
b) Harta berupa saham; dan/atau
c) Harta yang dimiliki secara tidak langsung melalui special purpose vehicle.
f. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan dengan menggunakan prosedur sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengawasan Wajib Pajak dalam bentuk permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan kunjungan (visit) kepada Wajib Pajak.
g. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), dilakukan dengan urutan prioritas sebagai berikut:
1) pengawasan terhadap Harta Wajib Pajak yang dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI dan/atau dipertahankan di wilayah NKRI sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (6) dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
2) pengawasan terhadap Harta dalam SPT PPh Terakhir yang disampaikan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, namun tidak mencerminkan hasil penjumlahan dari:
a) Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh yang disampaikan sebelum SPT PPh Terakhir;
b) Harta yang bersumber dari penghasilan yang diperoleh pada Tahun Pajak Terakhir;
c) Harta yang bersumber dari penambahan utang pada Tahun Pajak Terakhir; dan
d) Harta yang bersumber dari setoran modal dari pemilik atau pemegang saham pada Tahun Pajak Terakhir,
sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 (PMK-118).
3) pengawasan terhadap Harta yang belum atau kurang diungkapkan akibat penyesuaian nilai Harta berdasarkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan yang diakibatkan oleh kesalahan hitung sesuai ketentuan Pasal 42 ayat (2) PMK-118;
4) pengawasan terhadap Harta Wajib Pajak yang belum/kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
5) pengawasan terhadap Laporan Wajib Pajak sesuai ketentuan Pasal 38 PMK-118.
h. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf g dilakukan dengan prosedur pengujian sebagai berikut:
1) terhadap Harta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 1), dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan data antara lain pada Surat Keterangan, Laporan Wajib Pajak dan Laporan Gateway;
2) terhadap Harta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 2), dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan antara lain data penghasilan pada SPT PPh Terakhir, data lampiran harta pada SPT Tahunan PPh yang terakhir disampaikan sebelum Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku dan data Harta Wajib Pajak pada Bagian A Surat Pernyataan;
3) terhadap Harta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 3), dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan data Harta yang diberikan Pengampunan Pajak dalam Surat Keterangan dengan Harta yang diberikan Pengampunan Pajak dalam Surat Pembetulan atas Surat Keterangan;
4) terhadap Harta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 4), dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan data Harta tambahan pada Surat Pernyataan dan SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih dengan data Harta berdasarkan data eksternal dan/atau data internal;
5) terhadap Laporan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 5), dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan data Laporan Wajib Pajak dan Surat Keterangan;
i. Dalam hal berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf h angka 1) dan angka 5) diketahui terdapat ketidaksesuaian data, AR sebagaimana dimaksud pada huruf c menindaklanjuti dengan menerbitkan surat peringatan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11 Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
j. Dalam hal Wajib Pajak:
1) menyampaikan tanggapan dan/atau menyampaikan Laporan Wajib Pajak atas Surat Peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf i dan diketahui Harta Wajib Pajak telah dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI dan/atau dipertahankan di wilayah NKRI sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (6) dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, AR sebagaimana dimaksud pada huruf c membuat Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal ini, dengan usulan tidak ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan Lembar Pengawasan diarsipkan;
2) tidak menyampaikan tanggapan dan/atau Laporan Wajib Pajak atas Surat Peringatan sebagaimana disebutkan pada huruf i atau menyampaikan tanggapan dan/atau Laporan Wajib Pajak namun diketahui Harta Wajib Pajak tidak dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI dan/atau tidak dipertahankan di wilayah NKRI sesuai ketentuan 8 ayat (6) dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, AR sebagaimana dimaksud pada huruf c membuat Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal ini, dengan usulan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan.
k. Dalam hal berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf h angka 2), angka 3), atau angka 4) diketahui terdapat ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta, AR atau Pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf c membuat Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal ini, dengan usulan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan.
l. Dalam hal berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf h angka 4) diketahui terdapat kesesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta, AR atau Pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf c membuat Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal ini, dengan usulan tidak ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan Lembar Pengawasan diarsipkan.
m. Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf j angka 2) dan huruf k dipersamakan dengan usulan pemeriksaan.
n. Selain pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak, terhadap Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak tetap dilakukan pengawasan secara umum yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan atas seluruh jenis pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir selain yang dilakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf e.
o. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf n dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengawasan Wajib Pajak dalam bentuk permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan kunjungan (visit) kepada Wajib Pajak.
5. Penanganan data dan/atau informasi Wajib Pajak sehubungan dengan kegiatan pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak
a. Akses data dan/atau informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak
1) Data dan/atau informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
2) Akses data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) diberikan kepada:
a) Kepala KPP;
b) Kepala Seksi Waskon II/III/IV dan Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan;
c) AR Seksi Waskon II/III/IV dan Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan;
d) Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) dan pegawai yang ditunjuk di lingkungan Direktorat KITSDA untuk melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak;
e) Pegawai Direktorat Jenderal Pajak selain disebutkan pada huruf a), huruf b), c), dan huruf d) sesuai tugas dan fungsinya.
b. Pengolahan data dan/atau informasi Wajib Pajak sehubungan dengan kegiatan pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak
1) Kantor Pusat
a) Berdasarkan data eksternal dan data internal yang ada dalam sistem informasi termasuk data Laporan Gateway yang telah direkam oleh KPDE dalam aplikasi, Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan menyediakan data untuk Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, dan Direktorat Intelijen Perpajakan.
b) Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, dan Direktorat Intelijen Perpajakan berkoordinasi dalam melakukan pemilahan dan kompilasi data untuk selanjutnya mengirimkan data hasil pemilahan dan kompilasi tersebut ke Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan.
c) Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan menyediakan data hasil pemilahan dan kompilasi sebagaimana dimaksud pada huruf b) dalam sistem informasi.
2) KPP
Dalam hal Pegawai KPP menemukan data eksternal maupun internal yang belum tersedia dalam sistem informasi, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) data eksternal maupun internal yang belum tersedia dalam sistem informasi tersebut disampaikan ke Seksi Pengolahan Data dan lnformasi (PDI);
b) KPP melalui seksi PDI meneruskan data eksternal maupun internal tersebut ke Kantor Wilayah DJP untuk selanjutnya dilakukan pemilahan dan kompilasi.
3) Kanwil DJP
Dalam hal Pegawai Kanwil DJP mendapatkan data eksternal maupun internal yang belum tersedia dalam sistem informasi, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) data eksternal maupun internal yang belum tersedia dalam sistem informasi tersebut disampaikan ke Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan;
b) Kanwil DJP melalui Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan melakukan pemilahan dan kompilasi terhadap Data eksternal maupun internal yang dimaksud pada huruf a) dan angka 2) huruf b), untuk selanjutnya mengirimkan data hasil pemilahan dan kompilasi tersebut ke Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan;
c) Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan menyediakan data hasil pemilahan dan kompilasi sebagaimana dimaksud pada huruf b) ke dalam sistem informasi.
6. Monitoring Pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak
a. Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan melakukan monitoring bulanan atas pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak di masing-masing Kanwil DJP melalui menu Pemantauan pada submenu Pasca TA aplikasi Approweb (menu Pemantauan Approweb).
b. Dalam hal terdapat:
1) data yang belum ditindaklanjuti; dan/atau
2) data yang ditindaklanjuti dengan diarsipkan,
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan mengirimkan surat klarifikasi kepada Kepala Kanwil DJP untuk menanyakan alasan atas terdapatnya data-data dimaksud.
c. Kepala Kanwil DJP melakukan monitoring bulanan atas pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak di KPP yang berada dalam wilayah kerja Kanwil DJP melalui menu Pemantauan Approweb.
d. Dalam hal terdapat:
1) data yang belum ditindaklanjuti; dan/atau
2) data yang ditindaklanjuti dengan diarsipkan,
Kepala Kanwil DJP mengirimkan surat klarifikasi kepada Kepala KPP untuk menanyakan alasan atas terdapatnya data-data dimaksud.
e. Kepala KPP dan Kepala Seksi Waskon II/III/IV atau Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan secara aktif melakukan monitoring terhadap data terkait pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak yang telah terdistribusi kepada masing-masing AR Seksi Waskon II/III/IV atau Seksi Ektensifikasi dan Penyuluhan melalui submenu pemantauan Approweb.
f. Kepala KPP dan Kepala Seksi Waskon II/III/IV atau Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan bertanggung jawab secara penuh terhadap tindak lanjut yang dilakukan AR atas data-data terkait Pengawasan Wajib Pajak Pasca Pengampunan Pajak yang tersaji dalam aplikasi.
g. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur dengan bantuan Unit Kepatuhan Internal di masing-masing Kantor Wilayah DJP melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak serta monitoring atas pelaksanaan pengawasan dimaksud antara lain dengan melakukan pemeriksaan kepatuhan.
   
F. Penutup

1. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2017 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
  
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
 
 


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2018
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

ROBERT PAKPAHAN
NIP 195910201980121001