Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 21/PJ/2018

Kategori : KUP

Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Wajib Pajak Dan/Atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 21/PJ/2018

TENTANG

TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU
PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, terdapat pembentukan unit instansi vertikal baru dan penataan kembali wilayah kerja unit instansi vertikal;
  2. bahwa sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu melakukan pemindahan tempat terdaftar dan mengatur tata cara penatausahaan dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 3569);
  5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);
  6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1961);
  9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2018 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya beserta petunjuk teknisnya;
  10. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-167/PJ/2018 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  3. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  4. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
  5. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak.
  6. Kanwil Lama adalah Kanwil yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
  7. Kanwil Baru adalah Kanwil yang baru terbentuk berdasakan pemecahan wilayah kerja Kanwil Lama.
  8. Kanwil Atasan KPP Lama adalah Kanwil atasan KPP yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
  9. KPP Lama adalah KPP yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
  10. KPP Baru adalah KPP yang baru terbentuk berdasarkan pemecahan wilayah kerja KPP Lama.
  11. Saat Mulai Terdaftar yang selanjutnya disingkat SMT adalah tanggal Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP pada tanggal 1 Oktober 2018.
  12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  13. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
  14. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.


BAB II
REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK, PEMINDAHAN TEMPAT TERDAFTAR WAJIB PAJAK
DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK, DAN PELAKSANAAN HAK
DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Pasal 2


(1) Reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
  1. pemecahan Kanwil;
  2. pemecahan KPP; dan
  3. pembentukan KPP.
(2) Pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pemecahan Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau menjadi Kanwil DJP Riau yang bertindak sebagai Kanwil Lama dan Kanwil DJP Kepulauan Riau yang bertindak sebagai Kanwil Baru.
(3) Pemecahan KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
  1. KPP Pratama Banda Aceh menjadi KPP Pratama Banda Aceh yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Aceh Besar yang bertindak sebagai KPP Baru;
  2. KPP Pratama Jambi menjadi KPP Pratama Jambi Telanaipura yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Jambi Pelayangan yang bertindak sebagai KPP Baru;
  3. KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu menjadi KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Jakarta Jagakarsa yang bertindak sebagai KPP Baru;
  4. KPP Pratama Serang menjadi KPP Pratama Serang Barat yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Serang Timur yang bertindak sebagai KPP Baru;
  5. KPP Pratama Cirebon menjadi KPP Pratama Cirebon Satu yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Cirebon Dua yang bertindak sebagai KPP Baru;
  6. KPP Pratama Mojokerto menjadi KPP Pratama Mojokerto yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Jombang yang bertindak sebagai KPP Baru;
  7. KPP Pratama Pontianak menjadi KPP Pratama Pontianak Barat yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Pontianak Timur yang bertindak sebagai KPP Baru;
  8. KPP Pratama Banjarmasin menjadi KPP Pratama Banjarmasin Utara yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Banjarmasin Selatan yang bertindak sebagai KPP Baru;
  9. KPP Pratama Balikpapan menjadi KPP Pratama Balikpapan Timur yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Balikpapan Barat yang bertindak sebagai KPP Baru; dan
  10. KPP Pratama Samarinda menjadi KPP Pratama Samarinda Ilir yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Samarinda Ulu yang bertindak sebagai KPP Baru.
(4) Pembentukan KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pembentukan KPP Madya Bogor.


Pasal 3


(1) Ketentuan mengenai pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diatur sebagai berikut:
  1. KPP Lama memberitahukan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak adanya pemecahan Kanwil dan pemecahan KPP tersebut;
  2. KPP Baru menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT dan berlaku sejak SMT;
  3. Kanwil Atasan KPP Lama menerbitkan Surat Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT dan berlaku sejak SMT sampai dengan batas waktu sebagaimana telah ditetapkan pada surat keputusan pemusatan sebelumnya yang diterbitkan oleh Kepala Kanwil Atasan KPP Lama; dan
  4. Kanwil Baru menerbitkan Surat Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT dan berlaku sejak SMT sampai dengan batas waktu sebagaimana telah ditetapkan pada surat keputusan pemusatan sebelumnya yang diterbitkan oleh Kepala Kanwil Lama.
(2) Ketentuan mengenai pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pembentukan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2018 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya beserta petunjuk teknisnya.


Pasal 4


Ketentuan mengenai pelaporan SPT sejak SMT oleh Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diatur sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak melaporkan SPT ke KPP Baru; atau
  2. Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dapat melaporkan SPT ke KPP Lama sampai dengan 1 (satu) bulan sejak SMT dan diberikan Bukti Penerimaan Surat Lain-Lain, kecuali atas SPT dengan status lebih bayar.


BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 5


(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang belum diterbitkan produk hukum/surat persetujuan/penolakan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Terhadap permohonan yang memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian kurang dari 7 (tujuh) hari kerja setelah SMT, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil Lama sebelum SMT; atau
  2. Terhadap permohonan yang memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian 7 (tujuh) hari kerja atau lebih setelah SMT, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil Baru.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. perubahan Metode Pembukuan dan atau Tahun Buku Yang Kedua dan Seterusnya;
  2. penetapan/perpanjangan penetapan sebagai Daerah Terpencil;
  3. izin untuk Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah;
  4. Pemusatan Tempat PPN Terutang; dan
  5. permohonan perpajakan lainnya.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan produk hukum/surat persetujuan/penolakan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Terhadap permohonan yang memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah SMT, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh KPP Lama sebelum SMT; atau
  2. Terhadap permohonan yang memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian 5 (lima) hari kerja atau lebih setelah SMT, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh KPP Baru.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
  1. penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB);
  2. penerbitan Surat Keterangan Fiskal;
  3. penerbitan keputusan Pengurangan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25;
  4. pelunasan Bea Meterai dengan Cara Lain;
  5. permohonan pemindahbukuan;
  6. penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB);
  7. perubahan Metode Pembukuan dan atau Tahun Buku yang Pertama;
  8. permohonan Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak;
  9. perubahan Kode Aktivasi dan Password Nomor Seri Faktur Pajak; dan
  10. permohonan perpajakan lainnya.


Pasal 6


(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan.
(2) Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
(3) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP yang merupakan wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan.
(4) Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPP tempat Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
(5) Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak.


Pasal 7


(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian 1 (satu) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 10 (sepuluh) hari setelah SMT, KPP Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 10 (sepuluh) hari setelah SMT, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, berdasarkan berkas laporan hasil penelitian dan dokumen pendukung yang dibuat oleh KPP Lama.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian 3 (tiga) bulan, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah SMT, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan berdasarkan berkas laporan hasil penelitian dan dokumen pendukung yang dibuat oleh KPP Lama; atau
  2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan dengan memproses permohonan pengembalian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D Undang-Undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian 15 (lima belas) hari, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 5 (lima) hari setelah SMT, KPP Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 5 (lima) hari setelah SMT, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, berdasarkan berkas laporan hasil penelitian dan dokumen pendukung yang dibuat oleh KPP Lama.
(4) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D Undang-Undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian 1 (satu) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 10 (sepuluh) hari setelah SMT, KPP Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 10 (sepuluh) hari setelah SMT, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan dengan memproses permohonan pengembalian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(5) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN dari Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 10 (sepuluh) hari setelah SMT, KPP Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 10 (sepuluh) hari setelah SMT, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, berdasarkan berkas laporan hasil penelitian dan dokumen pendukung yang dibuat oleh KPP Lama.
(6) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Permohonan pengembalian yang diterima oleh KPP Lama lebih dari 1 (satu) bulan sebelum SMT, KPP Lama menerbitkan SKPLB atau surat pemberitahuan penolakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. Permohonan pengembalian yang diterima oleh KPP Lama paling lama 1 (satu) bulan sebelum SMT, KPP Baru menerbitkan SKPLB atau surat pemberitahuan penolakan, dengan memproses permohonan pengembalian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(7) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan belum diterbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 6 (enam) bulan setelah SMT, KPP Lama melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP sampai dengan penyusunan LHP dan Nota Penghitungan dan KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak; atau
  2. permohonan pengembalian yang saat jatuh temponya lebih dari 6 (enam) bulan setelah tanggal SMT:
    1. KPP Lama belum mulai melakukan pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan oleh KPP Baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP; atau
    2. KPP Lama sudah mulai melakukan pemeriksaan, pemeriksaan dilanjutkan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan LHP dan Nota Penghitungan dan KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
(8) Dalam hal sebelum SMT, KPP Lama telah menerbitkan SKPPKP atau SKPLB, namun KPP Lama belum menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. SKPKPP yang saat jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, KPP Lama menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. SKPKPP yang saat jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, maka KPP Baru menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP.


Pasal 8


(1) Dalam hal pada saat SMT Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT, KPP Lama menyampaikan berkas permohonan ke KPP Baru dan KPP Baru menindaklanjuti sampai dengan menerbitkan surat keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Dalam hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya paling lama 4 (empat) bulan setelah SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 4 (empat) bulan setelah SMT, Kanwil Lama menyampaikan berkas permohonan ke Kanwil Baru dan Kanwil Baru menindaklanjuti sampai dengan menerbitkan surat keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Dalam hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang mengajukan permohonan sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya paling lama 3 (tiga) bulan setelah SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT;
  2. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan paling lama 4 (empat) bulan setelah SMT, Kanwil Lama membuat Laporan Penelitian dan/atau Kertas Kerja Penelitian (KKP) dan Kanwil Baru menerbitkan Surat Keputusan; atau
  3. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 4 (empat) bulan setelah SMT, Kanwil Lama menyampaikan berkas permohonan ke Kanwil Baru dan Kanwil Baru menindaklanjuti sampai dengan menerbitkan surat keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(4) Dalam hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang mengajukan permohonan sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT;
  2. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan paling lama 4 (empat) bulan setelah SMT, Kanwil Lama membuat Laporan Penelitian dan/atau Kertas Kerja Penelitian (KKP) dan Kanwil Baru menerbitkan Surat Keputusan; atau
  3. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 4 (empat) bulan setelah SMT, Kanwil Lama menyampaikan berkas permohonan ke Kanwil Baru dan Kanwil Baru menindaklanjuti sampai dengan menerbitkan surat keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(5) Dalam hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang mengajukan permohonan pengurangan PBB sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang PBB dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya paling lama 4 (empat) bulan setelah SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 4 (empat) bulan setelah SMT, Kanwil Lama menyampaikan berkas permohonan ke Kanwil Baru dan Kanwil Baru menindaklanjuti sampai dengan menerbitkan surat keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(6) Dalam hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang mengajukan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya paling lama 2 (dua) bulan setelah SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT;
  2. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 2 (dua) bulan sampai dengan paling lama 9 (sembilan) bulan setelah SMT, Kanwil Lama membuat Laporan Penelitian dan/atau Kertas Kerja Penelitian (KKP) dan Kanwil Baru menerbitkan Surat Keputusan; atau
  3. terhadap permohonan pembetulan yang sisa jatuh temponya lebih dari 9 (sembilan) bulan setelah SMT, Kanwil Lama menyampaikan berkas permohonan ke Kanwil Baru dan Kanwil Baru menindaklanjuti sampai dengan menerbitkan surat keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 9


(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan atas Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Pelaksanaan Surat Keputusan yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari sejak SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. Pelaksanaan Surat Keputusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari sejak SMT diselesaikan oleh KPP Baru.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atas Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan putusan yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari sejak SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. pelaksanaan putusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari sejak SMT diselesaikan oleh KPP Baru.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atas Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku sampai dengan SMT, pelaksanaan putusannya dialihkan ke KPP Baru.
(4) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atas Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang diterima oleh Kanwil Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku sampai dengan SMT, pelaksanaan putusannya dialihkan ke Kanwil Baru.


Pasal 10


(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP yang merupakan wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, maka pemeriksaan bukti permulaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama sampai dengan pembuatan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) dan Nota Penghitungan.
(2) Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan berupa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP, LPBP dan Nota Penghitungan disampaikan ke KPP Baru dan KPP Baru menerbitkan SKPKB berdasarkan Nota Penghitungan tersebut.
(3) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP yang merupakan wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang dilakukan penyidikan, Direktur Penegakan Hukum menentukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 11


(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b memiliki utang pajak pada KPP Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Baru.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat barang sitaan milik Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum dilakukan pelelangan oleh KPP Lama, KPP Baru menindaklanjuti proses penanganan barang sitaan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Pasal 12


(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan terkait PBB P3L Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan produk hukum/surat persetujuan/penolakan berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil Baru.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. permohonan pengurangan PBB;
  2. permohonan pengurangan denda administrasi PBB; dan
  3. pengajuan pencabutan penetapan sebagai Wajib Pajak PBB.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat pelayanan permohonan terkait PBB P3L Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan produk hukum/surat persetujuan/penolakan berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan yang memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah SMT, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh KPP Lama sebelum SMT; atau
  2. terhadap permohonan yang memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian 5 (lima) hari kerja atau lebih setelah SMT, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh KPP Baru.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
  1. permohonan pencetakan salinan SPPT/SKP/STP PBB;
  2. permohonan pembetulan SPPT/SKP/STP PBB;
  3. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB;
  4. permohonan penundaan pengembalian SPOP;
  5. permohonan pengurangan denda administrasi PBB yang penyelesaiannya menjadi kewenangan KPP;
  6. permohonan keberatan atas penunjukan sebagai Wajib Pajak PBB;
  7. permohonan pencetakan Rincian Perhitungan Nilai (RPN) PBB;
  8. permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB;
  9. permohonan pengurangan PBB yang penyelesaiannya menjadi kewenangan KPP; dan
  10. permohonan lainnya.
(5) Atas permohonan tertentu terkait PBB P3L yang diterima oleh KPP Lama sebelum SMT, KPP Lama memproses permohonan tertentu tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Permohonan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa:
  1. permohonan pengurangan PBB;
  2. permohonan pengurangan denda administrasi PBB;
  3. pengajuan pencabutan penetapan sebagai Wajib Pajak PBB;
  4. pengajuan keberatan atas SPPT/SKP PBB;
  5. permohonan penghapusan SPPT/SKP yang tidak benar; dan
  6. permohonan pembatalan SPPT/SKP PBB/STP PBB yang tidak benar.


Pasal 13


(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang Objek Pajak PBB P3L dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan.
(2) Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB) dan/atau STP PBB.
(3) Dalam hal pada saat SMT, atas Penelitian PBB P3L yang belum selesai terhadap Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang Objek Pajak PBB P3L dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Terhadap Penelitian PBB P3L yang Surat Pemberitahuan Penelitian PBB belum disampaikan kepada Wajib Pajak, penelitian tersebut dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Baru;
  2. Terhadap Penelitian PBB P3L selain yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang Surat Pemberitahuan Penelitian PBB telah disampaikan kepada Wajib Pajak, maka penelitian dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan PBB P3L dan Nota Penghitungan;
  3. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan PBB P3L dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b, KPP Baru menerbitkan SKP PBB dan/atau Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran (SKKP) PBB; dan
  4. Terhadap penelitian PBB P3L yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang Surat Pemberitahuan Penelitian PBB telah disampaikan kepada Wajib Pajak, maka penelitian dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan PBB P3L dan Nota Penghitungan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo penyelesaian.


Pasal 14


Penanganan Surat Keputusan selain yang telah diatur dalam pasal-pasal sebelumnya dan harus ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum, maka KPP Lama atau Kanwil Lama membuat Daftar Nominatif Surat Keputusan yang telah selesai dan selanjutnya ditindaklanjuti oleh KPP Baru atau Kanwil Baru.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

ROBERT PAKPAHAN