Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 15/PJ/2018

Kategori : KUP

Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu Atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Dan Perlakuan Atas Selisih Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Belum Dikembalikan Dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 15/PJ/2018

TENTANG

PENETAPAN WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO
RENDAH DAN PERLAKUAN ATAS SELISIH KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG BELUM
DIKEMBALIKAN DALAM SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

          
Menimbang :

bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak terkait penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan perlakuan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belurn dikembalikan akibat terdapat bagian yang tidak diperhitungkan dalam pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan Perlakuan atas Selisih Kelebihan Pembayaran Pajak yang Belum Dikembalikan dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
  
Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 514);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENETAPAN WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH DAN PERLAKUAN ATAS SELISIH KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG BELUM DIKEMBALIKAN DALAM SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK.
 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

 
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  4. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
  5. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
  6. Peraturan Menteri adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
  7. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
  8. Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.
  9. Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP.
  10. Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu dan Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
  11. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabenan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Mitra Utama Kepabeanan.
  12. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disingkat AEO adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat.
  13. Wajib Pajak Pemohon Pengembalian Pendahuluan yang selanjutnya disebut dengan Wajib Pajak Pemohon adalah Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang mengajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.
  14. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.
  15. SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  16. SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.
  17. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  18. Penetapan Kembali Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang selanjutnya disebut dengan Penetapan Kembali adalah penetapan kembali Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah atas penetapan yang masih berlaku pada saat Peraturan Menteri diundangkan.


BAB II
PENETAPAN WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU ATAU
PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH

Pasal 2


(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap Masa Pajak.
(2) Pengusaha Kena Pajak yang dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  2. perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
  3. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan;
  4. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai AEO; atau
  5. pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
(3) Pengusaha Kena Pajak pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan pengusaha pabrikan atau produsen yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
(4) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
  2. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN;
  3. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut PPN;
  4. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
  5. ekspor Jasa Kena Pajak.
(5) Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e meliputi:
  1. jasa maklon;
  2. jasa perbaikan dan perawatan;
  3. jasa konstruksi, yaitu layanan Jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi,
yang batasan kegiatannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN.
(6) Kepala KPP secara jabatan menetapkan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
(7) Kepala KPP berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan dapat menetapkan Pengusaha Kena Pajak sebagairnana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf e sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
(8) Pengusaha Kena Pajak pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dengan melampirkan surat pernyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
(9) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 3


(1) Penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) terhadap pengusaha yang merupakan MITA Kepabeanan dan AEO sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima data atau informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menunjukkan bahwa pengusaha dimaksud telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan dan AEO yang disampaikan secara berkala.
(2) Pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah atas pengusaha yang merupakan MITA Kepabeanan dan AEO dapat dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima data atau informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait pencabutan keputusan penetapan MITA Kepabeanan dan AEO yang disampaikan secara berkala.


BAB III
PERLAKUAN ATAS SELISIH KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK YANG BELUM DIKEMBALIKAN DALAM SURAT
KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PAJAK
  
Pasal 4

 
(1) Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan oleh:
  1. Wajib Pajak Kriteria Tertentu;
  2. Wajib Pajak Persyaratan Tertentu; atau
  3. Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah,
diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri.
(2) Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permohonan Pengembalian Pendahuluan atas SPT atau pembetulannya pada Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
(3) Berdasarkan hasil penelitian terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP dapat menerbitkan SKPPKP.
(4) Kredit pajak yang dapat diperhitungkan sebagai kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. untuk PPh:
    1. bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh telah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak Pemohon dan pemotong atau pemungut pajak telah melaporkan SPT atas Masa Pajak dilakukannya pemotongan atau pemungutan tersebut; dan/atau
    2. bukti pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dibayar sendiri telah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak Pemohon serta tervalidasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara.
  2. untuk PPN:
    1. Pajak Masukan, meliputi Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Pemohon telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak; dan/atau
    2. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Pemohon tervalidasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara.
(5) Dalam hal kredit pajak, yang meliputi:
  1. bukti pemotongan atau pemungutan PPh;
  2. bukti pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dibayar sendiri;
  3. Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak; dan/atau
  4. Pajak Masukan yang dibayar sendiri,
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kredit pajak tersebut tidak diperhitungkan sebagai kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP.
(6) Terhadap kredit pajak yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Wajib Pajak Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri, yang dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf F Peraturan Menteri.
(7) Pengajuan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan mengajukan permohonan:
  1. secara elektronik, melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
  2. secara tertulis melalui penyampaian secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak Pemohon terdaftar.
(8) Pengajuan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan sepanjang:
  1. Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan Pemeriksaan atau Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimohonkan Pengembalian Pendahuluan; dan
  2. tidak melebihi 1 (satu) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
(9) Terhadap kelebihan pembayaran PPN, dalam hal Wajib Pajak Pemohon tidak mengajukan kembali permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPN dengan mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP ke Masa Pajak berikutnya atau Masa Pajak setelahnya.
   

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 5

  
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2010 tentang Tata Cara Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah; dan
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-63/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 6

 
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
 
 

 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

ROBERT PAKPAHAN