Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 122/PMK.04/2021

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Republik Indonesia Dan Negara-Negara Efta


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 122/PMK.04/2021

TENTANG

TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF
ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA EFTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan meningkatkan kerja sama ekonomi secara komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement between The Republic of Indonesia and The EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA);
  2. bahwa untuk melaksanakan kerja sama perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang, perlu mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement between The Republic of Indonesia and The EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6684);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA EFTA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
  3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
  7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
  8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
    1. penyelenggara kawasan berikat;
    2. penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
    3. pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
    4. penyelenggara gudang berikat;
    5. penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
    6. pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
  9. Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
    1. penyelenggara PLB;
    2. penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
    3. pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
  10. Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
    1. Badan Usaha KEK;
    2. Pelaku Usaha di KEK; atau
    3. Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
  11. European Free Trade Association yang selanjutnya disingkat EFTA adalah perhimpunan perdagangan bebas beberapa negara di Eropa yang terdiri dari Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.
  12. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  13. PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
  14. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
  15. Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
  16. Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  17. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  18. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  19. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA untuk menentukan negara asal barang.
  20. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  21. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  22. Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  23. Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari selain Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  24. Barang Non-Originating adalah barang yang berasal dari selain Negara Anggota atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  25. Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
    1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau wholly produced);
    2. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang telah mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC); 
    3. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
    4. barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau operasional tertentu; atau
    5. kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
  26. Deklarasi Asal Barang (Origin Declaration) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA yang selanjutnya disebut DAB IE-CEPA adalah pernyataan asal barang yang dibuat oleh eksportir yang dibubuhkan pada invoice atau dokumen komersial lainnya yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
  27. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
  28. Instansi Berwenang adalah instansi yang, menurut hukum dan peraturan domestik dari Negara Anggota, bertanggung jawab atas otorisasi, verifikasi dan isu asal barang lainnya.
  29. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
  30. Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA adalah permintaan secara tertulis yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Berwenang pada Negara Anggota pengekspor untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan DAB IE-CEPA, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Annex I dari Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
  31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  32. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  33. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.


BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)

Bagian Kesatu
Tarif Preferensi

Pasal 2


(1) Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarannya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
(3) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
  1. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
  3. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
  4. pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke TLDDP, sepanjang:
    1. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
    2. pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
    3. dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi; atau
  5. pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, yang pada saat pemasukan barang ke KEK telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi.
(4) Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan;
  2. melakukan pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan sekaligus melakukan pengeluaran barang hasil produksi ke TLDDP;
  3. memiliki dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara online dan realtime dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
  4. memiliki akses kepabeanan; dan
  5. menyampaikan konversi bahan baku menjadi barang hasil produksi dan blueprint proses produksi yang telah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi, pada saat barang akan dikeluarkan ke TLDDP.


Pasal 3


(1) Ketentuan Asal Barang terdiri dari;
  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan prosedural (procedural provisions).
(2) Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)

Pasal 4


(1) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced);
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau produced); atau
  3. barang yang diproduksi di Negara Anggota dengan hanya menggunakan Bahan Originating dari 1 (satu) atau lebih Negara Anggota (produced exclusively).
(2) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. bahan Non-Originating yang digunakan dalam pengerjaan atau pengolahan suatu barang telah mengalami pengerjaan atau pengolahan yang memadai di suatu Negara Anggota (Sufficient Working or Processing); dan
  2. barang yang termasuk dalam daftar PSR sebagaimana diatur dalam Appendix I to Annex I Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
(3) Terhadap Barang Originating dari Liechtenstein dianggap sebagai Barang Originating dari Swiss berdasarkan the Customs Treaty of 1923 antara Swiss dan Liechtenstein, dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)

Pasal 5


(1) Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi:
  1. barang impor yang dikirim langsung dari Negara Anggota yang membuat DAB IE-CEPA ke dalam Daerah Pabean;
  2. barang impor dikirim melalui Negara Anggota selain Negara Anggota pengekspor dan Negara Anggota pengimpor; atau
  3. barang impor dikirim melalui negara selain Negara Anggota.
(2) Barang impor dapat dikirim melalui 1 (satu) atau lebih Negara Anggota selain Negara Anggota pengekspor dan Negara Anggota pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau melalui negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, untuk tujuan transit dan/atau transhipment, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. semata-mata ditujukan untuk alasan geografis atau pertimbangan khusus terkait persyaratan pengangkutan, termasuk pengangkutan barang melalui saluran pipa;
  2. tidak diperdagangkan atau dikonsumsi di negara tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara;
  3. tidak mengalami proses produksi selain bongkar, muat, pemisahan dan tindakan lain yang diperlukan untuk menjaga agar barang tetap dalam kondisi baik; dan
  4. masih berada dalam pengawasan otoritas pabean.


Pasal 6


Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih selain Negara Anggota untuk tujuan transit dan/atau transhipment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), apabila dimintakan pembuktiannya, Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:
  1. through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor yang menunjukkan keseluruhan rute perjalanan dari Negara Anggota pengekspor, termasuk kegiatan transit dan/atau transhipment, sampai ke Daerah Pabean;
  2. dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas Pabean dari negara selain Negara Anggota atau entitas relevan lainnya; atau
  3. dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2),
kepada Pejabat Bea dan Cukai.


Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)

Pasal 7


(1) Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan pembuatan DAB IE-CEPA, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dibuat oleh eksportir yang berkedudukan di wilayah Negara Anggota;
  2. dibuat dalam bahasa Inggris;
  3. dibuat dalam invoice atau dokumen komersial lainnya;
  4. memuat pernyataan eksportir dengan tanda/tulisan/cap dan menggunakan kalimat sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran huruf A Angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  5. memuat uraian barang secara jelas dan detail agar dapat diidentifikasi;
  6. memuat tanda tangan asli dan nama eksportir, kecuali eksportir sebagaimana diatur dalam Pasal 8;
  7. memuat nomor otorisasi (authorization number) untuk eksportir sebagaimana diatur dalam Pasal 8;
  8. memuat tempat dan tanggal pembuatan DAB IE-CEPA;
  9. digunakan hanya untuk 1 (satu) kali importasi; dan
  10. berlaku selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pembuatan.
(2) DAB IE-CEPA dapat dibuat sebelum atau setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi.
(3) Dalam hal terdapat kesalahan pada saat pengisian DAB IE-CEPA, koreksi atas pengisian dilakukan sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor dengan cara melakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. mencoret (striking out) data yang salah;
  2. menambahkan data yang benar; dan
  3. menandasahkan dengan membubuhkan tanda tangan/paraf eksportir.
(4) Dalam hal pada bill of lading, airway bill, atau dokumen pengangkutan darat terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut.


Pasal 8


Untuk memenuhi ketentuan prosedural (provision) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f dan huruf g, eksportir dapat membuat DAB IE-CEPA tanpa membubuhkan tanda tangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. eksportir telah mendapatkan otorisasi dari Instansi Berwenang dari Negara Anggota pengekspor yang dibuktikan dengan nomor otorisasi (authorisation number); dan
  2. eksportir wajib membubuhkan nomor otorisasi (authorisation number) pada DAB IE-CEPA untuk menggantikan pembubuhan tanda tangan asli dan nama eksportir pada DAB IE-CEPA.


Pasal 9


(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
  1. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA;
  2. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor otorisasi eksportir atau nomor referensi dari invoice atau dokumen komersil lainnya dan tanggal pembuatan DAB IE-CEPA pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar.
(2) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari berikutnya; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya, 
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
(3) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagal berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(4) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(5) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib: 
  1. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha TPB telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor otorisasi eksportir atau nomor referensi dari invoice atau dokumen komersil lainnya dan tanggal pembuatan DAB IE-CEPA pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar.
(6) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib;
  1. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha PLB telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor otorisasi eksportir atau nomor referensi dari invoice atau dokumen komersil lainnya dan tanggal pembuatan DAB IE-CEPA pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar.
(7) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3 wajib:
  1. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA dan hasil cetak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian dokumen, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor otorisasi eksportir atau nomor referensi dari invoice atau dokumen komersil lainnya dan tanggal pembuatan DAB IE-CEPA pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar.
(8) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(9) Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib:
  1. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor otorisasi eksportir atau nomor referensi dari invoice atau dokumen komersil lainnya dan tanggal pembuatan DAB IE-CEPA pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar.
(10) Tata cara penyerahan Dokumen Pelengkap Pabean oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(11) Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik.
(12) Lembar asli DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) meliputi:
  1. lembar asli dari DAB IE-CEPA atas barang yang diimpor; dan/atau
  2. lembar asli DAB IE-GEPA sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
(13) DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) harus masih berlaku pada saat:
  1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB); 
  2. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB;
  3. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB;
  4. PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
  5. pemberitahuan pabean pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean,
mendapatkan nomor pendaftaran dari Kantor Pabean.
        

Pasal 10


(1) DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat disampaikan secara elektronik oleh Eksportir kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
  1. mekanisme e-Form D sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. hasil kesepakatan antar Negara Anggota.
(2) Dalam hal DAB IE-CEPA disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(3) Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan DAB IE-CEPA yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
  1. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. tata cara importasi dan penelitian berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota.


BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI

Bagian Kesatu
Penelitian DAB IE-CEPA

Pasal 11


Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.


Pasal 12


(1) Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap DAB IE-CEPA dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat menyampaikan permintaan informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Peneyelengara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 13


(1) Penelitian terhadap DAB IE-CEPA untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi:
  1. pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. pemenuhan kriteria pengiriman (Consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6;
  3. pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10;
  4. jenis, jumlah, dan klasifikasi barang yang mendapatkan Tarif Preferensi;
  5. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan berdasarkan Tarif Preferensi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA;
  6. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean dengan data pada DAB IE-CEPA; dan
  7. kesesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean impor, dan/atau DAB IE-CEPA, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, dalam hal barang impor dilakukan pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi salah satu atau lebih Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), DAB IE-CEPA ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai huruf g menunjukkan:
  1. total jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor lebih besar dari jumlah barang yang tercantum dalam DAB IE-CEPA, atas kelebihan jumlah barang tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
  2. Tarif Preferensi yang diberitahukan berbeda dengan yang seharusnya dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif bea masuk atas barang impor sesuai dengan tarif bea masuk yang tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;
  3. spesifikasi barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor berbeda dengan spesifikasi barang yang tercantum dalam DAB IE-CEPA, atas barang impor yang berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
  4. terapat ketidaksesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor, DAB IE-CEPA, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); atau
  5. klasifikasi barang yang tercantum dalam DAB IE-CEPA berbeda dengan klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. klasifikasi barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Tarif Preferensi adalah hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
    2. penelitian kriteria asal barang (origin criteria) yang terdapat dalam daftar PSR menggunakan klasifikasi barang hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
    3. Tarif Preferensi tetap dapat diberikan terhadap barang impor yang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang, sepanjang klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
(4) DAB IE-CEPA diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, apabila berdasarkan hasil penelitian terdapat:
  1. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria);
  2. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria);
  3. ketidaksesuaian atau perbedaan antara tanda tangan orang yang menandatangani DAB IE-CEPA dan/atau stempel DAB IE-CEPA dengan dokumen dari ekportir yang sama atau spesimen yang dimiliki yang menimbulkan keraguan;
  4. ketidaksesuaian informasi lainnya antara DAB IE-CEPA dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. keraguan berkaitan dengan pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provision) lainnya; dan/atau
  6. ketidaksesuaian lainnya antara DAB IE-CEPA dengan informasi relevan lainnya.
(5) Dalam hal DAB IE-CEPA terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang.


Pasal 14


(1) DAB IE-CEPA tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies)
(2) Perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kesalahan pengetikan dan/atau ejaan pada DAB IE-CEPA, sepanjang dapat diketahui kebenarannya melalui Dokumen Pelengkap Pabean;
  2. perbedaan kecil antara tanda tangan pada DAB IE-CEPA dan/atau stempel DAB IE-CEPA dengan dokumen dari ekportir yang sama atau specimen yang dimiliki;
  3. perbedaan satuan pengukuran (seperti satuan berat atau satuan panjang) pada DAB IE-CEPA dengan Dokumen Pelengkap Pabean; dan/atau
  4. kesalahan kecil pada penulisan uraian barang antara DAB IE-CEPA dengan Dokumen Pelengkap Pabean, sepanjang dapat dibuktikan bahwa barang tersebut merupakan barang yang sama.


Pasal 15


(1) Dalam hal DAB IE-CEPA ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan:
  1. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan penelitian ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk,
menyampaikan pemberitahuan penolakan DAB IE-CEPA kepada Instansi Berwenang.
(2) Pemberitahuan penolakan DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada Instansi Berwenang disertai dengan copy atau pindaian DAB IE-CEPA yang memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak dapat diberikan serta alasan penolakan, dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung setelah tanggal penolakan;
(3) Penyampaian pemberitahuan penolakan DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dikirimkan secara elektronik kepada titik kontak (contact point) Instansi Berwenang.


Bagian Kedua
Verifikasi DAB IE-CEPA

Pasal 16


(1) Terhadap DAB IE-CEPA yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dilakukan Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA kepada Instansi Berwenang di Negara Anggota pengekspor, dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum, (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan copy atau pindaian DAB IE-CEPA, dengan menyebutkan alasan keraguan yang disertai dengan:
  1. permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi DAB IE-CEPA; dan/atau
  2. permintaan informasi, catatan, bukti dan/atau data-data pendukung terkait.
(3) Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
  1. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan penelitian ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(4) Permintaan Verifikasi dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali jika jawaban tidak disertai dengan bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;
(5) DAB IE-CEPA ditolak dan Tarif Preferensinya tidak diberikan jika jawaban atas Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan DAB IE-CEPA;
(6) Jangka waktu atas Permintaan Verifikasi sebagaimana yang dimaksudkan pada Ayat (5) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan, berdasarkan permintaan Instansi Berwenang pada Negara Anggota pengekspor dengan menyampaikan surat formal yang ditandatangani oleh pejabat berwenang yang dapat dikirimkan secara elektronik kepada titik kontak (contact point).


Pasal 17


(1) Negara Anggota yang terlibat dalam proses Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA harus menjaga kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang.


Pasal 18


(1) Dalam hal jawaban Permintaan Verifikasi, DAB IE-CEPA diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Instansi Berwenang pada Negara Anggota pengekspor yang membuat DAB IE-CEPA terkait dengan penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 19


Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam pemalsuan DAB IE-CEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh instansi Berwenang pada Negara Anggota pengekspor yang membuat DAB IE-CEPA.


BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 20


(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan DAB IE-CEPA di wilayah kerja masing-masing secara periodik.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagal bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan DAB IE-CEPA.


BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 21


(1) Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan nilai Free-on-Board (FOB) tidak melebihi US$200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan DAB IE-CEPA.
(2) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut:
  1. bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan DAB IE-CEPA; dan
  2. dibuktikan dengan pernyataan dari eksportir yang menerangkan bahwa barang merupakan Barang Originating dari Negara Anggota pengekspor.
(3) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).


Pasal 22


(1) Tarif Preferensi dapat diberikan atas barang yang dikirimkan oleh Negara Anggota pengekspor untuk tujuan pameran di Negara Anggota lainnya dan terjual pada saat atau setelah pameran.
(2) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan pada saat penyerahan pemberitahuan pabean impor untuk dipakai dengan ketentuan barang impor tujuan pameran:
  1. telah dikirimkan ke Negara Anggota lainnya tempat pameran dilaksanakan;
  2. telah dipamerkan di Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. telah terjual atau dipindahtangankan kepada importir di Negara Anggota pengimpor;
  4. dikirim pada saat atau segera setelah pameran diselenggarakan;
  5. dipamerkan dalam pameran dagang, pertanian atau kerajinan, atau pameran lainnya; dan/atau
  6. masih dalam pengawasan otoritas kepabeanan di Negara Anggota penyelenggara pameran.
(3) DAB IE-CEPA yang digunakan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mencantumkan nama pameran dan alamat tempat dilaksanakannya pameran pada DAB IE-CEPA; dan
(4) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta dokumen pembuktian pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 23


(1) Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
  1. atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB;
  2. atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B Angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B Angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 24


Dalam hal DAB IE-CEPA dibatalkan oleh eksportir, Tarif Preferensi tidak diberikan.


Pasal 25


Tata cara penyerahan DAB IE-CEPA beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).


Pasal 26


(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi.
(2) Penetapan prosedur pemberian Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
(3) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada Negara Anggota lainnya.


Pasal 27

Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 28


(1) Terhadap barang impor yang pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dikeluarkan dari TPB, PLB, Kawasan Bebas, atau KEK ke TLDDP, dapat diberikan Tarif Preferensi.
(2) Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK harus menyerahkan lembar asli DAB IE-CEPA atau hasil cetak DAB IE-CEPA paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan:
  1. DAB IE-CEPA dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 7; dan
  2. DAB IE-CEPA dibuat terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29


Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.


Pasal 30


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 September 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BENNY RIYANTO

 


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1041