Peraturan Presiden Nomor : 83 TAHUN 2021

Kategori : KUP

Pencantuman Dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan Dan/Atau Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Pelayanan Publik


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 83 TAHUN 2021

TENTANG

PENCANTUMAN DAN PEMANFAATAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN
DAN/ATAU NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM PELAYANAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk mendukung pelaksanaan pelayanan publik guna melayani setiap warga negara dan penduduk dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya, perlu menerapkan kebijakan pencantuman nomor identitas yang terstandardisasi dan terintegrasi dalam pelayanan publik;
  2. bahwa penggunaan nomor identitas yang terstandardisasi dan terintegrasi berupa Nomor Induk Kependudukan dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan rujukan identitas data yang bersifat unik sebagai salah satu kode referensi dalam pelayanan publik untuk mendukung kebijakan satu data Indonesia;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Pelayanan Publik;

Mengingat :

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475);
  4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
  5. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 112);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENCANTUMAN DAN PEMANFAATAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN DAN/ATAU NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM PELAYANAN PUBLIK.


Pasal 1


Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
  1. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
  2. Penyelenggara Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan Pelayanan Publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan Pelayanan Publik.
  3. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
  4. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK, adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
  5. Nomor Pokok Wajib Pajak, selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.


Pasal 2


Pengaturan dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
  1. pensyaratan penambahan NIK dan/atau NPWP penerima layanan;
  2. pencantuman NIK dan/atau NPWP penerima layanan;
  3. validasi atas pencantuman NIK dan/atau NPWP;
  4. pemadanan dan pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan; dan
  5. pengawasan.


Pasal 3


(1) Penyelenggara mensyaratkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP penerima layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik.
(2) Penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai:
  1. penanda identitas untuk setiap pemberian Pelayanan Publik di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atas permohonan Pelayanan Publik yang disampaikan; atau
  2. penanda identitas untuk setiap data penerima Pelayanan Publik yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Pasal 4


(1) Penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. NIK sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
  2. NIK dan NPWP sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang telah memiliki NPWP; dan
  3. NPWP sebagai penanda identitas bagi Badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK.
(2) Ketentuan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pemberian Pelayanan Publik kepada orang asing yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki NIK dan/atau NPWP.


Pasal 5


(1) Penyelenggara menyampaikan permintaan validasi pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c kepada:
  1. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk NIK; dan
  2. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk NPWP.
(2) Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi yang terintegrasi.
(3) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan sistem informasi tidak dapat berfungsi, penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 6


(1) Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas Data Kependudukan berbasis NIK.
(2) Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas NPWP.


Pasal 7


Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak memberikan hasil validasi pencantuman NIK dan/atau NPWP kepada Penyelenggara melalui sistem informasi yang terintegrasi.


Pasal 8


(1) Untuk menjaga keakuratan dan validitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemadanan dan pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d secara berkelanjutan.
(2) Pemadanan dan pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak memberikan data identitas wajib pajak berbasis NPWP kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
b. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil melakukan pemadanan terhadap data yang diberikan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
c. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil memberikan:
  1. data hasil pemadanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; dan
  2. Data Kependudukan berbasis NIK yang belum memiliki NPWP sesuai dengan jenis pekerjaan secara bertahap,
kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil berkoordinasi untuk menyusun tata cara pelaksanaan pemadanan dan pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 9


Pengawasan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sampai dengan huruf d dilakukan oleh:
  1. aparat pengawasan intern pemerintah untuk Penyelenggara yang berstatus instansi pemerintah; dan
  2. lembaga atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan untuk Penyelenggara yang berstatus instansi nonpemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10


(1) Data penerima layanan yang telah dilengkapi NIK dan/atau NPWP dan telah tervalidasi dapat dibagipakaikan serta dimanfaatkan untuk:
  1. pencegahan tindak pidana korupsi;
  2. pencegahan tindak pidana pencucian uang;
  3. kepentingan perpajakan;
  4. pemutakhiran data identitas dalam Data Kependudukan; dan
  5. tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembagipakaian dan pemanfaatan data penerima layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 11


Penyelenggara wajib melindungi kerahasiaan data penerima layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12


Penyelenggara harus menyelesaikan pencantuman NIK dan/atau NPWP untuk setiap data penerima Pelayanan Publik yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.


Pasal 13


Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 September 2021
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 September 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 209