Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 215/PMK.03/2018

Kategori : PPh

Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 215/PMK.03/2018

TENTANG

PENGHITUNGAN ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK
BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU,
BANK, BADAN USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH, WAJIB
PAJAK MASUK BURSA, WAJIB PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN
KETENTUAN DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA DAN
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;
  2. bahwa dalam rangka memberikan kemudahan dan kesederhanaan terkait penghitungan besarnya angsuran pajak yang lebih mendekati kewajaran jumlah yang akan terutang pada akhir tahun diperlukan penyesuaian ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penghitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan untuk Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;

Mengingat :

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGHITUNGAN ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, BADAN USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH, WAJIB PAJAK MASUK BURSA, WAJIB PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN KETENTUAN DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA DAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  3. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru terdaftar pada suatu Tahun Pajak, termasuk Wajib Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pengambilalihan usaha dan/atau perubahan bentuk badan usaha.
  4. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.
  5. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan untuk suatu bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh.
  6. Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Lainnya adalah Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP.
  8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP.


Pasal 2


(1) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh dan Pasal 23 Undang-Undang PPh serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang PPh; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang PPh,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak.
(2) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk penghitungan besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi:
  1. Wajib Pajak Baru;
  2. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak Lainnya; dan
  3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.


Pasal 3


(1) Dasar untuk penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan.
(2) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi dengan:
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang PPh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan; dan
  2. Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh yang seharusnya dibayar sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang dilaporkan.
(3) Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk:
  1. penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak; dan
  2. penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 4


(1) Dasar untuk penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi:
  1. Wajib Pajak Lainnya; dan
  2. Wajib Pajak masuk bursa selain Wajib Pajak bank,
adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.
(2) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi dengan:
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-Undang PPh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak periode yang dilaporkan; dan
  2. Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh yang seharusnya dibayar sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak periode yang dilaporkan.
(3) Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk:
  1. penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak; dan
  2. penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk 3 (tiga) Masa Pajak setelah periode yang dilaporkan.


Pasal 5


(1) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun selain :
  1. Wajib Pajak bank;
  2. Wajib Pajak masuk bursa; dan/atau
  3. Wajib Pajak Lainnya,
dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan Tahun Pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham dikurangi dengan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
(2) Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3) Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan tidak lewat dari batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak pertama Tahun Pajak berjalan.


Pasal 6


(1) Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) belum dilaporkan, besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sama dengan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Pajak sebelumnya.
(2) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) belum disahkan, maka besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir Tahun Pajak sebelumnya.
(3) Dalam hal Wajib Pajak telah menyampaikan:
  1. laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
  2. Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah mendapatkan pengesahan,
besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian laporan sampai dengan bulan sebelum disampaikan laporan tersebut dihitung kembali dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 terhitung mulai batas waktu penyampaian laporan.
(4) Apabila besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih besar, atas kekurangan setoran Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
  1. wajib disetor pada Masa Pajak saat laporan keuangan dan/atau Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan; dan
  2. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP.
(5) Apabila besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih kecil, atas kelebihan setoran Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa-Masa Pajak berikutnya.


Pasal 7


(1) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.
(2) Pembayaran Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.


Pasal 8


Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru yang merupakan:
  1. Wajib Pajak bank;
  2. Wajib Pajak masuk bursa;
  3. Wajib Pajak badan usaha milik negara;
  4. Wajib Pajak badan usaha milik daerah;
  5. Wajib Pajak Lainnya; dan/atau
  6. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu,
mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 7.


Pasal 9


(1) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru dalam rangka penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha pada sisa Tahun Pajak berjalan ditetapkan sebesar penjumlahan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha.
(2) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak dalam rangka pemekaran usaha, jumlah Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk seluruh Wajib Pajak hasil pemekaran usaha ditetapkan sebesar Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum pemekaran usaha.
(3) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk masing-masing Wajib Pajak hasil pemekaran usaha dihitung berdasarkan persentase nilai harta yang dialihkan.
(4) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru yang merupakan hasil perubahan bentuk badan usaha pada Tahun Pajak berjalan ditetapkan sebesar Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir sebelum terjadinya perubahan bentuk badan usaha.
(5) Dalam hal Wajib Pajak Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a sampai dengan huruf e merupakan Wajib Pajak Baru hasil penggabungan, peleburan, pengambilalihan usaha, dan/atau pemekaran usaha, penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).


Pasal 10


Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru selain Wajib Pajak Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 pada Tahun Pajak berjalan ditetapkan nihil.


Pasal 11


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 478), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 12


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1860