Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 07/PJ/2020

Kategori : KUP

Kebijakan Pengawasan Dan Pemeriksaan Wajib Pajak Dalam Rangka Perluasan Basis Pajak


27 Februari 2020

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 07/PJ/2020

TENTANG

KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN WAJIB PAJAK
DALAM RANGKA PERLUASAN BASIS PAJAK
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,    

 
A. Umum
    
Dalam rangka memperluas basis pajak (tax base) dan mengoptimalkan penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan dan penggalian potensi Wajib Pajak, telah dilakukan perubahan tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP). Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan segmentasi terhadap Wajib Pajak untuk merumuskan metode pengawasan dan pemeriksaan yang tepat dan efektif bagi Wajib Pajak pada segmen yang berbeda. Pada prinsipnya, terhadap Wajib Pajak Strategis dilakukan pengawasan melalui kegiatan penelitian secara komprehensif; sedangkan terhadap Wajib Pajak Lainnya dilakukan pengawasan dengan basis kewilayahan.

Kebijakan ini diperlukan karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh DJP, sementara target penerimaan pajak terus meningkat. Melalui kebijakan ini, diharapkan KPP dapat memfokuskan alokasi sumber daya yang tersedia untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak secara lebih tepat dan efektif, termasuk terhadap Wajib Pajak yang belum tergali potensi perpajakannya secara optimal, Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan perpajakan, dan Wajib Pajak yang belum terdaftar dalam sistem administrasi di DJP. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk memperluas lingkup pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan perpajakan dan telah memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dibuat Surat Edaran Direktur Jenderal mengenai kebijakan pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak dalam rangka perluasan basis pajak.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi KPP dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap seluruh Wajib Pajak baik Wajib Pajak Strategis maupun Wajib Pajak Lainnya, dalam rangka memperluas basis pajak.
   
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk menyeragamkan prosedur pengawasan dan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dalam rangka perluasan basis pajak, sehingga kegiatan pengawasan dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan tepat dan efektif untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan mengoptimalkan penerimaan pajak.
   
C. Ruang Lingkup
     
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
  1. Pengertian dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini. 
  2. Kebijakan umum.
  3. Pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya.  
  4. Pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak pada KPP Pratama.
  5. Monitoring dan evaluasi.
  6. Ketentuan lain-lain.
   
D. Dasar

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;  
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
  5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai;   
  6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000;
  7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (Undang-Undang Pengampunan Pajak);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan;    
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP-23/2018);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015;
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
  13. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang berkaitan dengan Perpajakan;
  14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019;
  15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-605/KMK.01/2015 tentang Pendelegasian Wewenang Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak Terkait dengan Rincian Tugas, Fungsi, Lokasi, Kedudukan, dan Wilayah Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
  16. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2018 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
  17. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-491/PJ/2018 tentang Pembentukan Satuan Tugas Tata Kelola dan Pemanfaatan Informasi Keuangan Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-610/PJ/2019; 
  18. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-605/PJ/2019 tentang Standar Operasional Prosedur Baru, Revisi, dan Hapus Semester I Tahun 2019 di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
  19. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak (SE-29/2012);
  20. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2015 tentang Pedoman Administrasi Pembangunan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Data (SE-10/2015); 
  21. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2015 tentang Pengawasan Wajib Pajak dalam Bentuk Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, dan Kunjungan (Visit) Kepada Wajib Pajak (SE-39/2015);
  22. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-48/PJ/2015 tentang Kegiatan Pemetaan Lokasi Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Badan serta Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan melalui Geo Tagging (SE-48/2015);
  23. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ/2016 tentang Pengawasan Wajib Pajak Melalui Sistem Informasi (SE-49/2016);
  24. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2018 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak (SE-14/2018);
  25. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan (SE-15/2018);
  26. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2019 tentang Tata Cara Ekstensifikasi (SE-14/2019);
  27. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2019 tentang Implementasi Compliance Risk Management dalam Kegiatan Ekstensifikasi, Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penagihan di Direktorat Jenderal Pajak (SE-24/2019); dan
  28. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2020 tentang Prosedur Pelaksanaan Penilaian untuk Perpajakan (SE-05/2020).
   
E. Materi dan Penjelasan

1. Pengertian
a. Wajib Pajak Strategis adalah: 
1) seluruh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya; dan
2) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang terdaftar pada KPP Pratama, yaitu Wajib Pajak dengan kontribusi penerimaan pajak terbesar atau kriteria lain yang diatur melalui Nota Dinas Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, melalui penetapan oleh Kepala Kanwil DJP.
b. Wajib Pajak Lainnya adalah Wajib Pajak pada KPP Pratama yang:
1) telah memiliki NPWP yang terdiri dari:
a) Wajib Pajak dengan kontribusi penerimaan pajak besar berupa Wajib Pajak Instansi Pemerintah, Kerja Sama Operasi (Joint Operation), Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan cabang tanpa pusat, selain Wajib Pajak Strategis; dan
b) Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan selain Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2),
dan
2) belum memiliki NPWP.
c. Laporan Hasil Penelitian, yang selanjutnya disingkat LHPt, adalah laporan mengenai simpulan kegiatan validasi dan penelitian yang telah dilakukan, yang dibuat dengan menggunakan sistem informasi yang dimiliki oleh DJP.
d. Kertas Kerja Penelitian, yang selanjutnya disingkat dengan KKPt, adalah catatan secara rinci dan jelas mengenai kegiatan validasi dan penelitian yang dilakukan atas data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil Penelitian.
e. Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, yang selanjutnya disingkat SP2DK, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
f. Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, yang selanjutnya disingkat LHP2DK, adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat simpulan dan usulan/rekomendasi.
g. Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi, yang selanjutnya disingkat DSP3, adalah daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan.
h. Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan, yang selanjutnya disingkat DSPP, adalah daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan.
i. Daftar Prioritas Pengawasan, yang selanjutnya disingkat DPP, adalah daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas pengawasan sepanjang tahun berjalan.
j. Assignment Wajib Pajak adalah penetapan Wajib Pajak yang diawasi oleh Account Representative.
k. KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru.
l. KPP Baru adalah KPP yang menerima pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dari KPP Lama.
   
2. Kebijakan Umum
a. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan dilakukan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu:
1) Wajib Pajak Strategis, yang dilaksanakan melalui kegiatan penelitian secara komprehensif; dan
2) Wajib Pajak Lainnya, yang dilaksanakan berbasis kewilayahan, kecuali Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b angka 1) huruf a).
b. Pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) didahului dengan melakukan penelitian secara komprehensif sebagai berikut:
1) penelitian untuk Tahun Pajak berjalan dilakukan oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Account Representative terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atas satu atau beberapa jenis pajak; dan
2) penelitian untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan dilakukan oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Account Representative bersama dengan Supervisor Fungsional Pemeriksa (Supervisor) terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atas seluruh jenis pajak (all taxes).
c. Pengawasan Wajib Pajak Lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), dilakukan sebagai berikut :
1) Pengawasan terhadap Wajib Pajak Lainnya pada prinsipnya dilaksanakan berbasis kewilayahan.
2) Namun demikian, mengingat dalam Wajib Pajak Lainnya juga terdapat Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b angka 1) huruf a), maka pengawasan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b angka 1) huruf a) harus dilakukan secara lebih intensif.
3) Pengawasan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b angka 1) huruf a) dapat dilakukan oleh Account Representative tertentu berdasarkan pertimbangan Kepala KPP.
d. Dalam pelaksanaan pengawasan dan/atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c dapat dilakukan permintaan bantuan penilaian kepada Fungsional Penilai sesuai dengan SE-05/2020, antara lain:
1) terdapat transaksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diharuskan menggunakan antara lain nilai hasil penilaian yang dilakukan oleh DJP dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak, harga/nilai pasar wajar, dan/atau harga limit;
2) terdapat data lain yang mengindikasikan ketidakwajaran nilai yang dilaporkan Wajib Pajak; dan/atau
3) terdapat objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, pertambangan, perhutanan, dan sektor lainnya yang memerlukan penilaian lapangan.
e. Kriteria, jumlah, dan mekanisme penentuan Wajib Pajak Strategis pada KPP Pratama serta target penyelesaian LHPt diatur dengan Nota Dinas Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
f. Wajib Pajak Strategis merupakan Wajib Pajak yang termasuk dalam DSP3 yang selanjutnya ditentukan prioritasnya untuk dilakukan penelitian secara komprehensif untuk menjadi DPP.
g. DPP sebagaimana dimaksud pada huruf f ditentukan oleh Kepala KPP melalui Komite Kepatuhan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam SE-24/2019 berdasarkan risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak Strategis, yang antara lain menggunakan Compliance Risk Management (CRM), data internal, dan data eksternal.
h. Dalam rangka menjamin efektifitas pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak, Kepala KPP bertanggung jawab antara lain:
1) mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak serta tindak lanjutnya;
2) menugaskan Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk melakukan pembangunan (antara lain melakukan pencarian dan pengumpulan), pengolahan, dan penyajian data serta dukungan teknis lainnya; dan 
3) menetapkan Account Representative pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV dan/atau Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.
   
3. Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
a. Pelaksanaan Penelitian
1) Penelitian Untuk Tahun Pajak Berjalan
Penelitian dapat dilakukan atas satu atau beberapa jenis pajak berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018.
2) Penelitian Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak Berjalan
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Berdasarkan DPP sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf f Kepala KPP menerbitkan Nota Dinas Penugasan Pengawasan Wajib Pajak Strategis kepada Supervisor untuk melakukan kegiatan penelitian, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan/atau konseling terhadap Wajib Pajak Strategis, kecuali terhadap:
(1) Wajib Pajak Kerja Sama Operasi (Joint Operation); dan
(2) Wajib Pajak cabang tanpa pusat.
b) Tata cara penugasan Supervisor dalam rangka kegiatan pengawasan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Jenderal Pajak ini.
c) Berdasarkan nota dinas sebagaimana dimaksud pada huruf a), Supervisor, sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, bersama dengan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV dan Account Representative melakukan kegiatan penelitian, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan/atau konseling kepada Wajib Pajak Strategis. 
d) Penelitian atas suatu Tahun Pajak dilakukan setelah berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan perpajakan.
e) Penelitian dilaksanakan secara komprehensif dan terstandardisasi atas seluruh jenis pajak (all taxes) yang menjadi kewajiban Wajib Pajak untuk suatu Tahun Pajak, antara lain:
(1) penelitian atas kepatuhan formal, antara lain penyampaian SPT, pembayaran pajak, dan kesesuaian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU); 
(2) penelitian atas profil risiko berdasarkan Compliance Risk Management (CRM);
(3) penelitian atas data internal dan eksternal, termasuk data Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP), data Exchange of Information, dan data informasi keuangan;
(4) penelitian laporan keuangan;
(5) penelitian mirroring atas hasil pemeriksaan, keberatan, dan banding;
(6) penelitian atas Laporan Hasil Analisis (LHA) Tim Analisis/Task Force Pemanfaatan Data Keuangan, LHA Direktorat Data dan Informasi Perpajakan, dan LHA Kanwil DJP; dan
(7) Kunjungan (Visit) ke lokasi Wajib Pajak.
f) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e) dituangkan dalam LHPt yang ditandatangani oleh Kepala KPP, Supervisor, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV, dan Account Representative.
g) LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf f) memuat kesimpulan hasil penelitian berupa:
(1) Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan; atau
(2) Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan, sehingga Wajib Pajak diusulkan untuk dilakukan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan.
h) LHPt yang dilengkapi dengan KKPt dibuat dalam aplikasi Approweb, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
i) Dalam hal berdasarkan penelitian diketahui terdapat perubahan dara Wajib Pajak, ditindaklanjuti sesuai dengan SE-60/2013
j) Dalam hal pada saat terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, diketahui Wajib Pajak Strategis telah masuk dalam DSPP, maka:
(1) terhadap Wajik Pajak yang belum diterbitkan NP2 untuk suatu Tahun Pajak, atas Tahun Pajak tersebut tidak diterbitkan NP2 tetapi dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e) dan Wajib Pajak dimasukkan dalam DPP sesuai dengan SE-24/2019; atau
(2) terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan NP2 untuk suatu Tahun Pajak, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan tanpa penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e)
b. Tindak Lanjut atas Hasil Penelitian Wajib Pajak Strategis
1) Untuk Tahun Pajak Berjalan
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), dilakukan tindak lanjut berupa:
a) penyampaian permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018; dan
b) penyampaian usulan pemeriksaan untuk Tahun Pajak berjalan dapat diajukan setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak dimaksud sesuai dengan ketentuan perpajakan dan setelah dilakukan penelitian atas seluruh jenis pajak (all taxes).
2) Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak Berjalan
Berdasarkan hasil penelitian atas pemenuhan kewajiban seluruh jenis pajak (all taxes) untuk suatu Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), dilakukan tindak lanjut berupa:
a) Penyampaian permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak, dengan prosedur sebagai berikut:
(1) penerbitan 1 (satu) SP2DK, dalam hal diketahui Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan; 
(2) pembahasan dengan Wajib Pajak dan pembuatan Berita Acara Pelaksanaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau keterangan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(3) berdasarkan SP2DK yang telah disampaikan kepada Wajib Pajak dan/atau tanggapan Wajib Pajak, diterbitkan LHP2DK dalam jangka waktu sesuai dengan SE-39/2015;
(4) LHP2DK dibuat dalam aplikasi Approweb, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(5) dalam hal LHP2DK telah diterbitkan tetapi Wajib Pajak tidak menyampaikan/membetulkan SPT dalam jangka waktu sesuai dengan SE-39/2015, maka Kepala KPP harus mengusulkan pemeriksaan atau memberikan tambahan waktu penyampaian/pembetulan SPT; dan
(6) dalam hal ditemukan data baru yang mengakibatkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar daripada hasil penelitian yang tercantum dalam SP2DK sebagaimana dimaksud pada angka (1), dapat diterbitkan SP2DK baru sepanjang terhadap Wajib Pajak tersebut belum diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan.
b) Penyampaian usulan pemeriksaan
(1) Dalam hal diusulkan Pemeriksaan Khusus untuk satu atau beberapa jenis pajak, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 
(a) LHP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3) diperlakukan sebagai dokumen Analisis Risiko atau usulan pemeriksaan;
(b) Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP melakukan penelitian atas riwayat dan/atau proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis yang diusulkan pemeriksaan; dan
(c) Kepala Kanwil DJP, setelah melakukan pembahasan dengan Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP, memberikan persetujuan terhadap usulan pemeriksaan paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak usulan pemeriksaan diterima.   
(2) Dalam hal diusulkan Pemeriksaan Khusus untuk seluruh jenis pajak (all taxes), dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
(a) LHP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3) diperlakukan sebagai dokumen Analisis Risiko atau usulan pemeriksaan;
(b) Kepala KPP menyusun daftar Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan dan menetapkannya masuk dalam DSPP;
(c) Kepala KPP mengirimkan DSPP Wajib Pajak Strategis untuk dilakukan pemeriksaan, langsung kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara periodik, yaitu setiap akhir bulan;
(d) Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat melakukan penelitian riwayat dan/atau proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis yang diusulkan pemeriksaan dalam DSPP; dan
(e) Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menerbitkan instruksi pemeriksaan khusus semua jenis pajak (all taxes), setelah dilakukan pembahasan bersama Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat, paling lama akhir bulan berikutnya setelah usulan pemeriksaan diterima.
c. Tata Cara Pengawasan Wajib Pajak Strategis pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya yaitu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Kegiatan penelitian, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan/atau konseling terhadap Wajib Pajak Kerja Sama Operasi (Joint Operation) dan Wajib Pajak cabang tanpa pusat) dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kegiatan usaha Wajib Pajak dan sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018.
   
4. Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak pada KPP Pratama
a. Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak Strategis pada KPP Pratama
1) Penetapan Wajib Pajak Strategis pada KPP Pratama
a) Untuk tahun 2020
Penetapan Wajib Pajak Strategis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan menyusun dan menyampaikan usulan daftar Wajib Pajak Strategis untuk setiap KPP Pratama melalui Nota Dinas Usulan Daftar Wajib Pajak Strategis kepada seluruh Kanwil DJP selain Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dengan tata cara pelaksanaan pengusulan daftar Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(2) Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP melakukan pembahasan dengan KPP mengenai usulan daftar Wajib Pajak Strategis dari Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan dengan mempertimbangkan kriteria, jumlah, dan mekanisme penentuan Wajib Pajak Strategis berdasarkan nota dinas Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf e.
(3) Kepala Kanwil DJP menetapkan Wajib Pajak Strategis untuk setiap KPP Pratama:
(a) sesuai tata cara penetapan Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada Lampiran Huruf G; dan
(b) dengan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal Nota Dinas Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b) Setelah tahun 2020
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, Kepala Kanwil DJP dapat menetapkan kembali Wajib Pajak Strategis pada setiap KPP Pratama, dengan menerbitkan Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini, yang berlaku pada tanggal 1 Februari tahun bersangkutan.
2) Assignment Wajib Pajak Strategis pada KPP Pratama
a) Berdasarkan Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis oleh Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud pada angka 1), Kepala KPP Pratama menerbitkan nota dinas tentang Assignment Wajib Pajak Strategis pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II;
b) Terhadap Wajib Pajak selain Wajib Pajak Strategis, dilakukan Assignment ulang Wajib Pajak ke Account Representative selain Seksi Pengawasan dan Konsultasi II;
c) Dalam hal hanya terdapat dua Seksi Pengawasan dan Konsultasi dalam KPP Pratama, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
(1) Kepala KPP Pratama menerbitkan nota dinas tentang Assignment ulang Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Lainnya; dan
(2) Account Representative yang mendapat Assignment Wajib Pajak Strategis tidak dapat menerima Assignment Wajib Pajak Lainnya.
d) Kepala KPP Pratama menugaskan Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk memproses Assignment Wajib Pajak dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Surat Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis.
e) Tata cara peralihan kegiatan pengawasan dan penggalian potensi Wajib Pajak pada KPP Pratama sebagai berikut:
(1) Dalam hal Wajib Pajak Strategis dilakukan pemindahan tempat terdaftar ke KPP lain, maka Wajib Pajak tersebut harus diadministrasikan pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II di KPP Baru.
KPP Lama harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada KPP Baru mengenai status Wajib Pajak yang dilakukan pemindahan sebagai Wajib Pajak Strategis, kegiatan pengawasan atau penelitian yang telah dilaksanakan, dan tindak lanjut yang telah dilakukan.
KPP Baru melaksanakan penelitian dan pembuatan LHPt serta tindak lanjut sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(2) Dalam hal Wajib Pajak dilakukan Assignment ke Account Representative lain pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV atau Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan pada KPP yang sama, maka:
(a) seluruh kegiatan pengawasan dan penggalian potensi Wajib Pajak yang telah atau sedang dilakukan, yang belum direkam pada Approweb atau sistem aplikasi lainnya yang sejenis, agar dilakukan perekaman paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum Assignment Wajib Pajak berlaku efektif;
(b) termasuk kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) yaitu kegiatan pengawasan yang sudah direkam dalam bentuk case management harus diproses sampai selesai paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum Assignment Wajib Pajak berlaku efektif; dan
(c) seluruh kegiatan pengawasan dan penggalian potensi Wajib Pajak yang masih dalam proses penyelesaian agar dibuatkan daftar yang memuat sekurang-kurangnya identitas Wajib Pajak dan status proses penyelesaiannya untuk disampaikan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV sesuai dengan Assignment Wajib Pajak yang telah ditetapkan.
3) Pelaksanaan Penelitian Wajib Pajak Strategis pada KPP Pratama
a) Penelitian Untuk Tahun Pajak Berjalan
Penelitian untuk Tahun Pajak berjalan dapat dilakukan untuk satu atau beberapa jenis pajak berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016 dan/atau SE-14/2018.
b) Penelitian Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak Berjalan
Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Berdasarkan DPP sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf f, Kepala KPP Pratama menerbitkan Nota Dinas Penugasan kepada Supervisor untuk melakukan kegiatan penelitian, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan/atau konseling kepada Wajib Pajak Strategis, kecuali terhadap:
(a) Wajib Pajak Instansi Pemerintah;
(b) Wajib Pajak Kerja Sama Operasi (Joint Operation);
(c) Wajib Pajak PPJK; dan
(d) Wajib Pajak cabang tanpa pusat.
(2) Tata cara penugasan Supervisor dalam rangka kegiatan pengawasan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Jenderal Pajak ini.
(3) Berdasarkan Nota Dinas sebagaimana dimaksud pada angka (1), Supervisor, sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, bersama dengan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Account Representative melakukan penelitian, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan/atau konseling kepada Wajib Pajak Strategis;
(4) Penelitian atas suatu Tahun Pajak dapat dilakukan setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan;
(5) Penelitian dilaksanakan secara komprehensif dan terstandardisasi atas seluruh jenis pajak (all taxes) yang kewajiban Wajib Pajak untuk suatu Tahun Pajak, meliputi:
(a) penelitian atas kepatuhan formal, antara lain penyampaian SPT, pembayaran pajak, dan kesesuaian KLU;
(b) penelitian atas Profil Risiko berdasarkan Compliance Risk Management (CRM);
(c) penelitian atas data internal dan data eksternal, termasuk data Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP), data Exchange of Information, dan data informasi keuangan;
(d) penelitian laporan keuangan;
(e) penelitian mirroring atas hasil pemeriksaan, keberatan, dan banding;
(f) penelitian atas Laporan Hasil Analisis (LHA) Tim Analisis/Task Force Pemanfaatan Data Keuangan, LHA Direktorat Data dan Informasi Perpajakan, dan LHA Kanwil DJP; dan
(g) Kunjungan (Visit) ke lokasi Wajib Pajak.
(6) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka (5) dituangkan dalam LHPt yang ditandatangani oleh Kepala KPP Pratama, Supervisor, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi, dan Account Representative.
(7) LHPt sebagaimana dimaksud pada angka (6) memuat kesimpulan hasil penelitian berupa:
(a) Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan; dan
(b) Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan, sehingga Wajib Pajak diusulkan untuk dilakukan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan.
(8) LHPt yang dilengkapi dengan KKPt dibuat dalam aplikasi Approweb, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(9) Dalam hal berdasarkan penelitian diketahui terdapat perubahan data Wajib Pajak, ditindaklanjuti sesuai dengan SE-60/2013.
(10) Dalam hal setelah penetapan Wajib Pajak Strategis, diketahui Wajib Pajak Strategis telah masuk dalam DSPP, maka:
(a) terhadap Wajib Pajak yang belum diterbitkan NP2 untuk suatu Tahun Pajak, atas Tahun Pajak tersebut tidak diterbitkan NP2 tetapi dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka (5) dan Wajib Pajak dimasukkan dalam DPP sesuai dengan SE-24/2019; atau
(b) terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan NP2 untuk suatu Tahun Pajak, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan tanpa penelitian sebagaimana dimaksud pada angka (5).
4) Tindak Lanjut atas Hasil Penelitian Wajib Pajak Strategis pada KPP Pratama
a) Untuk Tahun Pajak Berjalan
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 3) huruf a), dilakukan tindak lanjut berupa: 
(1) penyampaian permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018; dan
(2) penyampaian usulan pemeriksaan untuk Tahun Pajak berjalan dapat diajukan setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak dimaksud sesuai dengan ketentuan perpajakan dan telah dilakukan penelitian atas seluruh jenis pajak (all taxes).
b) Untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak Berjalan
Berdasarkan hasil penelitian atas pemenuhan kewajiban seluruh jenis pajak (all taxes) untuk suatu Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3) huruf b), dilakukan tindak lanjut berupa:    
(1) Penyampaian permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak, sebagai berikut:
(a) penerbitan 1 (satu) SP2DK, dalam hal diketahui Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan;
(b) pembahasan dengan Wajib Pajak dan pembuatan Berita Acara Pelaksanakaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(c) berdasarkan SP2DK yang telah disampaikan kepada Wajib Pajak dan/atau tanggapan Wajib Pajak atas SP2DK yang telah disampaikan, diterbitkan LHP2DK dalam jangka waktu sesuai dengan SE-39/2015;
(d) LHP2DK dibuat dalam aplikasi Approweb, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(e) dalam hal LHP2DK telah diterbitkan tetapi Wajib Pajak tidak menyampaikan/membetulkan SPT dalam jangka waktu sesuai dengan SE-39/2015, maka Kepala KPP harus mengusulkan pemeriksaan atau memberikan tambahan waktu penyampaian/pembetulan SPT; dan
(f) dalam hal ditemukan data baru yang mengakibatkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar daripada hasil penelitian yang tercantum dalam SP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf (a), dapat diterbitkan SP2DK baru sepanjang terhadap Wajib Pajak tersebut belum diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan.
(2) Penyampaian usulan pemeriksaan
(a) Dalam hal diusulkan Pemeriksaan Khusus untuk satu atau beberapa jenis pajak, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. LHP2DK sebagaimana dimaksud pada angka (1) huruf (c) diperlakukan sebagai dokumen Analisis Risiko atau usulan pemeriksaan;
  2. Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP melakukan penelitian riwayat dan/atau proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis yang diusulkan pemeriksaan dalam DSPP; dan
  3. Kepala Kanwil DJP, setelah melakukan pembahasan dengan Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP, memberikan persetujuan terhadap usulan pemeriksaan paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak usulan pemeriksaan diterima.
(b) Dalam hal diusulkan Pemeriksaan Khusus untuk seluruh jenis pajak (all taxes), dilakukan langkah-langkah sebagai berikut
  1. LHP2DK diperlakukan sebagai dokumen Analisis Risiko atau usulan pemeriksaan;
  2. Kepala KPP Pratama menyusun daftar Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan dan menetapkannya masuk dalam DSPP;
  3. Kepala KPP Pratama mengirimkan DSPP Wajib Pajak Strategis untuk dilakukan pemeriksaan, langsung kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara periodik, yaitu setiap akhir bulan;
  4. Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat melakukan penelitian riwayat dan/atau proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis yang diusulkan pemeriksaan dalam DSPP; dan
  5. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menerbitkan instruksi pemeriksaan khusus semua jenis pajak (all taxes), setelah dilakukan pembahasan bersama Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat, paling lama akhir bulan berikutnya setelah usulan pemeriksaan diterima.
5) Tata Cara Pengawasan Wajib Pajak Strategis di KPP Pratama yaitu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
6) Kegiatan penelitian, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan/atau konseling terhadap Wajib Pajak Instansi Pemerintah, Kerja Sama Operasi (Joint Operation), PPJK, dan Wajib Pajak cabang tanpa pusat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3) huruf b) angka (1) dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kegiatan usaha Wajib Pajak dan sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018.
b. Pengawasan Wajib Pajak Lainnya pada KPP Pratama
Pengawasan terhadap Wajib Pajak ini dilakukan dengan berbasis kewilayahan, yaitu dengan prosedur sebagai berikut:
1) Assignment Wilayah
a) Kepala KPP Pratama melakukan pembagian wilayah kerja untuk Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, IV, dan Ekstensifikasi dan Penyuluhan berdasarkan kewilayahan.
b) Kepala KPP Pratama melakukan pembagian wilayah kerja untuk Account Representative Pengawasan dan Konsultasi III, IV, dan Ekstensifikasi dan Penyuluhan berdasarkan kewilayahan.
c) Wilayah kerja KPP Pratama harus terbagi habis menjadi zona pengawasan yang menjadi tanggung jawab masing-masing Account Representative pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, IV, dan Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan. Zona pengawasan seksi harus terbagi habis menjadi zona pengawasan Account Representative.
d) Tata cara teknis dan dukungan aplikasi terkait Assignment wilayah akan ditentukan lebih lanjut dengan Nota Dinas Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian.
2) Assignment Wajib Pajak
a) Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP harus dilakukan Assignment Wajib Pajak kepada masing-masing Account Representative sesuai dengan zona pengawasannya.
b) Assignment Wajib Pajak sebagaimana huruf a) dilakukan dengan langkah-­langkah sebagai berikut :
(1) untuk Wajib Pajak yang terekam dalam data Geo Tagging, dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan daftar nominatif POI sesuai dengan zona pengawasan Account Representative;
(2) untuk Wajib Pajak yang belum terekam dalam data Geo Tagging dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan identifikasi alamat pada Master File Wajib Pajak (MFWP) sesuai dengan zona pengawasan Account Representative;
(3) untuk Wajib Pajak yang belum dapat dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan angka (2), tetap dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan pertimbangan Kepala KPP Pratama, untuk kemudian dilakukan tagging baru dan/atau pemutakhiran alamat pada MFWP sesuai kondisi sebenarnya.
c) Namun demikian, terhadap Wajib Pajak Instansi Pemerintah, Kerja Sama Operasi (Joint Operation), PPJK, dan cabang tanpa pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b angka 1) huruf a) dapat dilakukan Assignment kepada Account Representative tertentu berdasarkan pertimbangan Kepala KPP.
d) Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP merupakan Wajib Pajak yang terdapat dalam Daftar Sasaran Ekstensifikasi, dan harus dilakukan Assignment Wajib Pajak kepada masing-masing Account Representative sesuai dengan zona pengawasannya.
e) Tata cara teknis dan dukungan aplikasi terkait Assignment Wajib Pajak akan ditentukan lebih lanjut dengan Nota Dinas Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian.
3) Kegiatan Pengawasan
a) Pengawasan berbasis kewilayahan, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan analisis data statistik kewilayahan atas zona pengawasan masing-masing Account Representative, antara lain:
(a) jumlah penduduk;
(b) jumlah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang telah memiliki NPWP;
(c) jumlah penerimaan dan pertumbuhan pajak;
(d) gambaran ekonomi daerah dan sektor usaha dominan; dan
(e) analisis perpajakan,
guna mengidentifikasi potensi pajak yang terdapat dalam zona pengawasan Account Representative.
(2) Pembuatan prioritas pengawasan kewilayahan dalam bentuk peta kerja, berdasarkan identifikasi potensi pajak sebagaimana dimaksud pada angka (1).
(3) Pelaksanaan penyisiran guna mengumpulkan data dan/atau informasi terkait Wajib Pajak melalui kegiatan pengumpulan data lapangan berbasis kewilayahan sesuai peta kerja sebagaimana dimaksud pada angka (2).
(4) Data dan/atau informasi hasil kegiatan pengumpulan data lapangan sebagaimana dimaksud pada angka (3) selanjutnya dilakukan pengolahan dan pengayaan (enrichment) dengan data yang telah dimiliki dan/atau diperoleh DJP sesuai dengan SE-10/2015.
(5) Hasil pengolahan dan pengayaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada angka (4), dapat berupa:
(a) data terkait Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP; dan
(b) data terkait Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP.
(6) Terhadap data terkait Wajib Pajak:
(a) telah memiliki NPWP sebagaimana dimaksud pada angka (5) huruf (a), dilakukan penentuan peta kepatuhan dan DSP3; dan
(b) belum memiliki NPWP sebagaimana dimaksud pada angka (5) huruf (b), dilakukan penentuan Daftar Sasaran Ekstensifikasi,
sesuai dengan SE-24/2019.
b) Tindak lanjut pengawasan terhadap Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP
(1) Tindak lanjut pengawasan atas Wajib Pajak yang terdapat dalam DSP3 sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (6) huruf (a), dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kegiatan usaha Wajib Pajak dan sesuai dengan SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka (1) juga tetap dilakukan terhadap:
(a) Wajib Pajak Instansi Pemerintah, Kerja Sama Operasi (Joint Operation), PPJK, dan Wajib Pajak cabang tanpa pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b angka 1) huruf a) dengan lebih intensif; dan
(b) Wajib Pajak Lainnya yang tidak terdapat dalam DSP3 sebagaimana dimaksud pada angka (1) dengan memperhatikan karakteristik kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Pengawasan juga memperhatikan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP-23/2018, meliputi: 
(a) jangka waktu tertentu pengenaan PPh yang bersifat final; dan
(b) jumlah peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak, 
untuk memastikan Wajib Pajak masih memenuhi ketentuan PP-23/2018.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan setelah dilaksanakan pengawasan melalui SP2DK, Account Representative melakukan usulan pemeriksaan dengan membuat Analisis Risiko sesuai dengan SE-15/2018.
c) Tindak lanjut pengawasan terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP
(1) Tindak lanjut pengawasan atas Wajib Pajak yang terdapat dalam Daftar Sasaran Ekstensifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (6) huruf (b), dilakukan melalui kegiatan ekstensifikasi sesuai dengan SE-14/2019.
(2) Terhadap Wajib Pajak yang diberikan NPWP melalui kegiatan ekstensifikasi, baik melalui permehenan maupun secara jabatan, dilakukan pemberian edukasi mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan; yaitu meliputi penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan setelah diberikan edukasi sebagaimana dimaksud pada angka (2), dilakukan pengawasan melalui penyampaian SP2DK sesuai dengan SE-39/2015 dan/atau SE-49/2016.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan setelah dilaksanakan pengawasan melalui SP2DK sebagaimana dimaksud pada angka (3), dilakukan penyampaikan usulan pemeriksaan dengan membuat Analisis Risiko sesuai dengan SE-15/2018.
   
5. Pemantauan dan Evaluasi
a. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengawasan terhadap Wajib Pajak dilakukan secara berjenjang berdasarkan unit kerja dan jabatan di lingkungan DJP sesuai tugas dan fungsinya dengan menggunakan aplikasi Approweb, yang meliputi antara lain:
1) pelaksanaan penelitian oleh KPP;
2) pelaksanaan tindak lanjut atas hasil penelitian;
3) pemeriksaan sebagai tindak lanjut LHP2DK; dan
4) pemantauan atas pemenuhan kewajiban perpajakan, berupa pembayaran dan penyampaian/pembetulan SPT yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
b. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, dilakukan dengan menggunakan aplikasi SIDJP NINE Modul Ekstensifikasi sesuai dengan SE-14/2019.
c. Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan dengan ketentuah sebagai berikut:
1) Pada tingkat nasional dilakukan oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, dan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan;
2) Pada tingkat unit vertikal dilakukan oleh Kanwil DJP dan KPP. 
   
6. Ketentuan Lain-lain
a. Dalam rangka menjamin pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini secara efektif dan optimal:
1) Direktorat Data dan Informasi Perpajakan memiliki tugas untuk menyediakan basis data internal dan data eksternal yang tersaji secara terintegrasi dengan NPWP Wajib Pajak Strategis melalui aplikasi Approweb;
2) Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi memiliki tugas dan fungsi untuk menyediakan dan/atau melakukan penyesuaian atas sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (Approweb) yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan, penyajian data, dan pemantauannya;
3) Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur memiliki tugas untuk melaksanakan pengembangan kompetensi pegawai (misalnya melalui bimbingan teknis) dan berkoordinasi dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak untuk pelaksanaan pengembangan kompetensi pegawai tersebut; dan
4) Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi atas kebijakan pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, dengan berkoordinasi bersama Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan, dan Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian serta direktorat terkait lainnya.
b. Dalam hal dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Lainnya, ditemukan data lapangan yang memuat data subjek pajak dan objek pajak, pegawai yang melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan wajib melakukan kegiatan pengumpulan data lapangan, termasuk melakukan Geo Tagging sesuai dengan SE-48/2015, serta menindaklanjuti data yang diperoleh sesuai dengan SE-10/2015, dengan menggunakan aplikasi DJP Digital Map atau SIDJP NINE Modul Alket dalam hal DJP Digital Map belum tersedia.
c. Dalam rangka menjamin kualitas data yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP termasuk data dari hasil kegiatan pengumpulan data lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, Seksi Pengolahan Data dan Informasi melakukan validasi hasil produksi data.
d. Hasil produksi data sebagaimana dimaksud pada huruf c, ditindaklanjuti sebagai berikut:
1) data Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, ditindaklanjuti sesuai dengan SE-14/2019 dengan menggunakan Aplikasi SIDJP NINE Modul Ekstensifikasi; dan
2) data Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP, ditindaklanjuti sesuai dengan SE-39/2015 dengan menggunakan Aplikasi Approweb.
e. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, ketentuan lain yang tidak diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, tetap mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur tentang kegiatan dimaksud.

Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    
 
  
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Februari 2020
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

SURYO UTOMO