Peraturan
Peraturan Dirjen Pajak - PER - 21/PJ/2018, 14 Sept 2018
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 21/PJ/2018
TENTANG
TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU
PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
NOMOR PER - 21/PJ/2018
TENTANG
TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU
PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, terdapat pembentukan unit instansi vertikal baru dan penataan kembali wilayah kerja unit instansi vertikal;
- bahwa sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu melakukan pemindahan tempat terdaftar dan mengatur tata cara penatausahaan dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 3569);
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1961);
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2018 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya beserta petunjuk teknisnya;
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-167/PJ/2018 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak.
- Kanwil Lama adalah Kanwil yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
- Kanwil Baru adalah Kanwil yang baru terbentuk berdasakan pemecahan wilayah kerja Kanwil Lama.
- Kanwil Atasan KPP Lama adalah Kanwil atasan KPP yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
- KPP Lama adalah KPP yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
- KPP Baru adalah KPP yang baru terbentuk berdasarkan pemecahan wilayah kerja KPP Lama.
- Saat Mulai Terdaftar yang selanjutnya disingkat SMT adalah tanggal Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP pada tanggal 1 Oktober 2018.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
- Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
BAB II
REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK, PEMINDAHAN TEMPAT TERDAFTAR WAJIB PAJAK
DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK, DAN PELAKSANAAN HAK
DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Pasal 2
REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK, PEMINDAHAN TEMPAT TERDAFTAR WAJIB PAJAK
DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK, DAN PELAKSANAAN HAK
DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Pasal 2
(1) | Reorganisasi
instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
|
(2) | Pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pemecahan Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau menjadi Kanwil DJP Riau yang bertindak sebagai Kanwil Lama dan Kanwil DJP Kepulauan Riau yang bertindak sebagai Kanwil Baru. |
(3) | Pemecahan
KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
|
(4) | Pembentukan KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pembentukan KPP Madya Bogor. |
Pasal 3
(1) | Ketentuan
mengenai pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau
Pengusaha Kena Pajak berkenaan dengan pemecahan Kanwil
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan pemecahan KPP
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diatur sebagai berikut:
|
(2) | Ketentuan mengenai pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pembentukan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2018 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya beserta petunjuk teknisnya. |
Pasal 4
Ketentuan mengenai pelaporan SPT sejak SMT oleh Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diatur sebagai berikut:
- Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak melaporkan SPT ke KPP Baru; atau
- Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dapat melaporkan SPT ke KPP Lama sampai dengan 1 (satu) bulan sejak SMT dan diberikan Bukti Penerimaan Surat Lain-Lain, kecuali atas SPT dengan status lebih bayar.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 5
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 5
(1) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak dan/atau
Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja
Kanwil
Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
2 ayat (1) huruf a yang belum diterbitkan produk hukum/surat
persetujuan/penolakan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak dan/atau
Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan
dengan
pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf b yang
belum diterbitkan produk hukum/surat persetujuan/penolakan, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
|
Pasal 6
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan. |
(2) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak. |
(3) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP yang merupakan wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan. |
(4) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPP tempat Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak. |
(5) | Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak. |
Pasal 7
(1) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang
KUP dari
Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan
pemecahan KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang
belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan
Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian
1 (satu)
bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang
KUP dari
Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan
pemecahan KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang
belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan
Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian
3 (tiga)
bulan, KPP Baru menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan
SKPPKP
tidak diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D Undang-Undang
KUP dari
Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan
pemecahan KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang
belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan
Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian
15 (lima
belas) hari, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D Undang-Undang
KUP dari
Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan
pemecahan KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang
belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan
Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama dengan jangka waktu penyelesaian
1 (satu)
bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang
PPN dari
Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
yang dipindahkan ke
KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b dan belum diterbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), berlaku
ketentuan
sebagai berikut:
|
(6) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang KUP dari
Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan
pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf b dan belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-undang KUP dari Wajib Pajak
yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan belum
diterbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan
Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(8) | Dalam
hal sebelum SMT, KPP Lama telah menerbitkan SKPPKP atau SKPLB,
namun KPP Lama belum menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan
Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak
(SPMKP), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 8
(1) | Dalam
hal pada saat SMT Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan
dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf b sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai
dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh
KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam
hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja
Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang
mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16
Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil
Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam
hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja
Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang
mengajukan permohonan sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf a,
huruf c, dan huruf d Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan
keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam
hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja
Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang
mengajukan permohonan sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf b
Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil
Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam
hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja
Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang
mengajukan permohonan pengurangan PBB sesuai dengan Pasal 19
Undang-Undang PBB dan belum diterbitkan keputusan oleh Kanwil
Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Dalam
hal pada saat SMT Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja
Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang mengajukan keberatan
sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan
keputusan oleh Kanwil Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 9
(1) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat surat keputusan atas Wajib Pajak dan/atau
Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan
dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf b yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan
belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku
oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan
Pengadilan Pajak atas Banding atas Wajib Pajak
dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru
berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b yang diterima oleh KPP Lama dan belum
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atas Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku sampai dengan SMT, pelaksanaan putusannya dialihkan ke KPP Baru. |
(4) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atas Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP di wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang diterima oleh Kanwil Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku sampai dengan SMT, pelaksanaan putusannya dialihkan ke Kanwil Baru. |
Pasal 10
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP yang merupakan wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, maka pemeriksaan bukti permulaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama sampai dengan pembuatan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) dan Nota Penghitungan. |
(2) | Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan berupa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP, LPBP dan Nota Penghitungan disampaikan ke KPP Baru dan KPP Baru menerbitkan SKPKB berdasarkan Nota Penghitungan tersebut. |
(3) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada KPP yang merupakan wilayah kerja Kanwil Baru berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sedang dilakukan penyidikan, Direktur Penegakan Hukum menentukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
Pasal 11
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b memiliki utang pajak pada KPP Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Baru. |
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat barang sitaan milik Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum dilakukan pelelangan oleh KPP Lama, KPP Baru menindaklanjuti proses penanganan barang sitaan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
Pasal 12
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan terkait PBB P3L Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan produk hukum/surat persetujuan/penolakan berkenaan dengan pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, produk hukum/surat persetujuan/penolakan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil Baru. |
(2) | Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Dalam
hal pada saat SMT terdapat pelayanan permohonan terkait PBB P3L Wajib
Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP
Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b yang belum diterbitkan produk hukum/surat
persetujuan/penolakan berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
|
(4) | Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
|
(5) | Atas permohonan tertentu terkait PBB P3L yang diterima oleh KPP Lama sebelum SMT, KPP Lama memproses permohonan tertentu tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Permohonan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa:
|
Pasal 13
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang Objek Pajak PBB P3L dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan. |
(2) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB) dan/atau STP PBB. |
(3) | Dalam
hal pada saat SMT, atas Penelitian PBB P3L yang belum selesai terhadap
Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang Objek Pajak PBB
P3L dipindahkan ke KPP Baru berkenaan dengan pemecahan KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
|
Pasal 14
Penanganan Surat Keputusan selain yang telah diatur dalam pasal-pasal sebelumnya dan harus ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum, maka KPP Lama atau Kanwil Lama membuat Daftar Nominatif Surat Keputusan yang telah selesai dan selanjutnya ditindaklanjuti oleh KPP Baru atau Kanwil Baru.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
ROBERT PAKPAHAN
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBase
back to top
Keputusan Dirjen Pajak - KEP - 167/PJ/2018, Tanggal 7 Jun 2018
Peraturan Dirjen Pajak - PER - 10/PJ/2018, Tanggal 6 Apr 2018
Peraturan Menteri Keuangan - 210/PMK.01/2017, Tanggal 29 Des 2017
Peraturan Pemerintah - 74 TAHUN 2011, Tanggal 29 Des 2011
Undang-Undang - 42 TAHUN 2009, Tanggal 15 Okt 2009
Undang-Undang - 16 TAHUN 2009, Tanggal 25 Mar 2009
Undang-Undang - 36 TAHUN 2008, Tanggal 23 Sept 2008
Undang-Undang - 19 TAHUN 2000, Tanggal 2 Agust 2000
Undang-Undang - 19 TAHUN 1997, Tanggal 23 Mei 1997
Undang-Undang - 12 TAHUN 1994, Tanggal 9 Nop 1994
Undang-Undang - 12 TAHUN 1985, Tanggal 27 Des 1985
Undang-Undang - 13 TAHUN 1985, Tanggal 27 Des 1985
Undang-Undang - 6 TAHUN 1983, Tanggal 31 Des 1983
Undang-Undang - 7 TAHUN 1983, Tanggal 31 Des 1983
Undang-Undang - 8 TAHUN 1983, Tanggal 31 Des 1983