Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 122/PMK.03/2019

Kategori : PPN, PBB

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi Dan Bangunan, Serta Perlakuan Perpajakan Atas Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama Dan Pengeluaran Alokasi Biaya Tidak Langsung Kantor Pusat


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 122/PMK.03/2019

TENTANG

FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH, PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SERTA
PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PEMBEBANAN BIAYA
OPERASI FASILITAS BERSAMA DAN PENGELUARAN
ALOKASI BIAYA TIDAK LANGSUNG KANTOR PUSAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk memberikan kepastian hukum serta perlakuan perpajakan yang sama bagi Kontraktor Kontrak Bagi Hasil minyak dan gas bumi atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama dan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26E Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Perlakuan Perpajakan atas Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama dan Pengeluaran Alokasi Biaya Tidak Langsung Kantor Pusat;

Mengingat :

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010
tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5173) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SERTA PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PEMBEBANAN BIAYA OPERASI FASILITAS BERSAMA DAN PENGELUARAN ALOKASI BIAYA TIDAK LANGSUNG KANTOR PUSAT.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Kontrak Kerja Sama, Wilayah Kerja, dan Kegiatan Usaha Hulu adalah Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Kontrak Kerja Sama, Wilayah Kerja, dan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
  2. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
  3. Operator adalah Kontraktor atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest, salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating interest lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.
  4. Operasi Perminyakan adalah kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, pengangkutan sampai dengan titik penyerahan, penutupan, dan peninggalan sumur (plug and abandonment) serta pemulihan bekas penambangan (site restoration) Minyak dan Gas Bumi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi.
  5. Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
  6. Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Tahap Eksplorasi yang selanjutnya disebut SKFP Eksplorasi adalah surat yang menerangkan bahwa fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan.
  7. Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Tahap Eksploitasi yang selanjutnya disebut SKFP Eksploitasi adalah surat yang menerangkan bahwa fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksploitasi termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan.
  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
  9. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di bawah pembinaan, koordinasi, dan pengawasan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
  10. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi kantor pelayanan pajak yang menangani administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.


Pasal 2

 


Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku untuk:
a. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang kontraknya ditandatangani:
  1. sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; atau
  2. setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,
dan memilih melakukan penyesuaian Kontrak Kerja Sama secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
b. Kontraktor Kontrak Kerja Sama dengan pengembalian biaya operasi yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dan melakukan penyesuaian Kontrak Kerja Sama sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;atau
c. Kontraktor Kontrak Kerja Sama dengan pengembalian biaya operasi yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dan telah mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.


BAB II
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH, SERTA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Bagian Pertama
Kewenangan Pemberian Fasilitas Perpajakan Berupa
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
serta Pajak Bumi dan Bangunan

Pasal 3


(1) Pemberian fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan pada tahap Eksplorasi dan tahap Eksploitasi dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Menteri.
(2)  Kepala Kantor Wilayah yang menerima pelimpahan kewenangan dalam bentuk mandat dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan; dan
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pemberian kewenangan yang diberikan kepada yang bersangkutan.
     
    

Bagian Kedua
Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan
Bangunan pada Tahap Eksplorasi

Pasal 4


(1) Pada tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor diberikan fasilitas perpajakan meliputi:
a.  

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas:

1. perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu;
2. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
3. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
dan/atau
b. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
(2)  Barang Kena Pajak tertentu, Jasa Kena Pajak tertentu, dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Barang Kena Pajak, Jasa Kena Pajak, dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang digunakan atau dimanfaatkan dalam rangka Operasi Perminyakan.
(3) Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

     

Pasal 5


(1)  Untuk mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Operator harus mengajukan permohonan secara langsung kepada Kepala Kantor Wilayah melalui kantor pelayanan pajak tempat Operator terdaftar dengan dilampiri:
  1. surat keterangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi; dan
  2. fotokopi Kontrak Bagi Hasil.
(2)  Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan surat yang berisi penjelasan bahwa Kontraktor sedang berada pada tahap Eksplorasi, dan paling sedikit memuat:
  1. nama Wilayah Kerja untuk pelaksanaan tahap Eksplorasi;
  2. daftar nama Kontraktor pemegang participating interest yang berada dalam suatu Wilayah Kerja;
  3. nama Operator dalam suatu Wilayah Kerja;
  4. tanggal efektif berlakunya Kontrak Bagi Hasil dan/atau tanggal disetujuinya penyesuaian Kontrak Kerja Sama; dan
  5. tanggal berakhirnya tahap Eksplorasi.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri menerbitkan SKFP Eksplorasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(4) SKFP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak tanggal efektif berlakunya Kontrak Bagi Hasil.
(5) Dalam hal terdapat penyesuaian Kontrak Kerja Sama, SKFP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak tanggal disetujuinya penyesuaian Kontrak Kerja Sama.
(6) Dalam hal Kontraktor memperoleh perpanjangan masa Eksplorasi, Operator dapat mengajukan kembali permohonan untuk mendapat fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7)  Dalam hal kegiatan Eksplorasi pada suatu Wilayah Kerja mengalami terminasi atau telah memasuki tahap Eksploitasi, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
(8)  SKFP Eksplorasi dinyatakan tidak berlaku jika:
  1. tahap Eksplorasi sebagaimana tercantum dalam SKFP Eksplorasi berakhir; atau
  2. tahap Eksplorasi sesuai dengan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berakhir.
(9)   Format surat permohonan penerbitan SKFP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10) Format SKFP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 6


(1)  Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri dapat menerbitkan SKFP Eksplorasi  pengganti berdasarkan permohonan Operator atau secara jabatan, dalam hal:
  1. terdapat kesalahan tulis dalam penerbitannya; atau
  2. terdapat perubahan Operator dalam suatu Wilayah Kerja.
(2)  Permohonan SKFP Eksplorasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf  a harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya penggantian dengan dilampiri asli SKFP Eksplorasi yang terdapat kesalahan tulis.
(3) Permohonan SKFP Eksplorasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus disertai dengan:
  1. surat keterangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang berisi penjelasan bahwa telah terjadi perubahan Operator dalam suatu Wilayah Kerja dimaksud; dan
  2. asli SKFP Eksplorasi.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri menerbitkan SKFP Eksplorasi pengganti paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(5) Saat berlakunya SKFP Eksplorasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk SKFP Eksplorasi pengganti sebagai akibat kesalahan tulis, SKFP Eksplorasi pengganti dimaksud mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya SKFP Eksplorasi yang digantikan; dan
  2. untuk SKFP Eksplorasi pengganti sebagai akibat adanya pergantian Operator, SKFP Eksplorasi pengganti dimaksud mulai berlaku sejak tanggal terjadinya perubahan Operator sesuai yang tercantum dalam surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
(6) Format SKFP Eksplorasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 7


(1)  Operator harus menunjukkan asli SKFP Eksplorasi dan menyerahkan fotokopi SKFP Eksplorasi kepada Pengusaha Kena Pajak sebelum transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
(2)  Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan keterangan bertuliskan: “PPN ATAU PPN DAN PPnBM TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP NOMOR 27 TAHUN 2017”.
(4) Operator yang telah mendapatkan SKFP Eksplorasi dan memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 2 dan angka 3, tidak wajib memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang.

    

Pasal 8


(1)  Untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Kontraktor wajib:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; dan
b. menyampaikan fotokopi SKFP Eksplorasi,
ke kantor pelayanan pajak tempat objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan diadministrasikan.
(2)  Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak dengan mencantumkan besarnya pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan SKFP Eksplorasi.
(3) Dalam hal SKFP Eksplorasi disampaikan setelah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang terbit, Kontraktor tetap dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.

   

Bagian Ketiga
Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
serta Pajak Bumi dan Bangunan pada Tahap Eksploitasi

Pasal 9


(1) Pada tahap Eksploitasi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor dapat diberikan fasilitas:
a.  

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas:

1. perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu;
2. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
3. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, 
dan/atau
b. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan atas tubuh bumi paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
(2)  Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
(3) Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(4) Barang Kena Pajak tertentu, Jasa Kena Pajak tertentu, dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Barang Kena Pajak, Jasa Kena Pajak, dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang digunakan atau dimanfaatkan dalam rangka Operasi Perminyakan.
(5) Pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diberikan bagi Kontraktor yang tidak dapat mencapai Internal Rate of Return berdasarkan perhitungan keekonomian dalam suatu periode Kontrak Bagi Hasil dan memiliki Wilayah Kerja sebagai berikut:
a.  berlokasi di laut dalam;
b.   memiliki potensi hydrocarbon yang berada pada kedalaman reservoir yang berkarakteristik:
1. High Pressure;
2. High Temperature; atau
3. High Impurities yang memiliki kandungan karbon dioksida (CO2) atau kandungan hidrogen sulfida (H2S); 
c. berada di suatu wilayah yang keberadaan infrastruktur penunjang migasnya:
1. masih terbatas;
2. berlokasi di offshore dan sama sekali belum tersedia infrastruktur penunjang; atau
3. berlokasi di onshore dan sama sekali belum tersedia infrastruktur penunjang;
d. merupakan pengembangan lapangan secondary dan lapangan tertiary; dan/atau
e. merupakan pengembangan lapangan unconventional.
(6) Dalam hal terdapat pengembangan lapangan selanjutnya dalam satu Wilayah Kerja, pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperhitungkan incremental Internal Rate of Retum dalam satu Wilayah Kerja.

    

Pasal 10


(1)  Untuk mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Operator harus mengajukan permohonan secara langsung kepada Kepala Kantor Wilayah melalui kantor pelayanan pajak tempat Operator terdaftar dengan dilampiri:
a. surat rekomendasi pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)  yang disertai dengan data hasil perhitungan keekonomian; dan
b. fotokopi Kontrak Bagi Hasil.
(2)  Surat rekomendasi pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. nama Wilayah Kerja untuk pelaksanaan tahap Eksploitasi;
b. daftar nama Kontraktor pemegang participating interest yang berada dalam suatu Wilayah Kerja;
c. nama Operator dalam suatu Wilayah Kerja;
d. tanggal efektif berlakunya Kontrak Bagi Hasil dan/atau tanggal disetujuinya penyesuaian Kontrak Kerja Sama;
e. kriteria Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5);
f. jenis dan besaran fasilitas perpajakan yang diusulkan untuk diberikan; dan
g. jangka waktu berlakunya fasilitas perpajakan.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri menerbitkan SKFP Eksploitasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(4) SKFP Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak tanggal disetujuinya pengembangan lapangan pertama atau lapangan selanjutnya.
(5) Dalam hal terdapat penyesuaian Kontrak Kerja Sama, SKFP Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak tanggal disetujuinya penyesuaian Kontrak Kerja Sama.
(6)  Dalam hal terdapat pengembangan lapangan selanjutnya dalam satu Wilayah Kerja, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Kontraktor yang tidak dapat mencapai incremental Internal Rate of Retum dalam satu Wilayah Kerja, Operator dapat mengajukan kembali permohonan untuk mendapat fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dilampiri pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6); dan
b. untuk Kontraktor yang dapat mencapai incremental Internal Rate of Return dalam satu Wilayah Kerja, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
(7) Dalam hal kegiatan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja mengalami terminasi, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
(8)   SKFP Eksploitasi dinyatakan tidak berlaku jika:
a. tahap Eksploitasi sebagaimana tercantum dalam SKFP Eksploitasi berakhir; atau
b. terdapat surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7).
(9) Format surat permohonan penerbitan SKFP Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10 ) Format SKFP Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    

Pasal 11


(1) Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri dapat menerbitkan SKFP Eksploitasi pengganti berdasarkan permohonan Operator atau secara jabatan, dalam hal:
  1. terdapat kesalahan tulis dalam penerbitannya; atau
  2. terdapat perubahan Operator dalam suatu Wilayah Kerja.
(2) Permohonan SKFP Eksploitasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya penggantian dan dilampiri asli SKFP Eksploitasi yang terdapat kesalahan tulis.
(3) Permohonan SKFP Eksploitasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dilampiri dengan:
  1. surat keterangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang berisi penjelasan bahwa telah terjadi perubahan Operator dalam suatu Wilayah Kerja dimaksud; dan
  2. asli SKFP Eksploitasi. 
(4) Atas permohonan SKFP Eksploitasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri menerbitkan SKFP Eksploitasi pengganti paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(5) Saat berlakunya SKFP Eksploitasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk SKFP Eksploitasi pengganti sebagai akibat kesalahan tulis, SKFP Eksploitasi pengganti dimaksud mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya SKFP Eksploitasi yang digantikan; dan
  2. untuk SKFP Eksploitasi pengganti sebagai akibat adanya pergantian Operator, SKFP Eksploitasi pengganti dimaksud mulai berlaku sejak tanggal terjadinya perubahan Operator sesuai yang tercantum dalam surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
(6) Format SKFP Eksploitasi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 12


(1) Operator harus menunjukkan asli SKFP Eksploitasi dan menyerahkan fotokopi SKFP Eksploitasi kepada Pengusaha Kena Pajak sebelum transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
(2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan keterangan bertuliskan: “PPN ATAU PPN DAN PPnBM TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP NOMOR 27 TAHUN 2017”.
(4) Operator yang telah mendapatkan SKFP Eksploitasi dan memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 2 dan angka 3, tidak wajib memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang.


Pasal 13


(1) Untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, Kontraktor wajib:
  1. menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  2. menyampaikan fotokopi SKFP Eksploitasi,
ke kantor pelayanan pajak tempat objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan diadministrasikan.
(2) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak dengan mencantumkan besarnya pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan SKFP Eksploitasi.
(3) Dalam hal SKFP Eksploitasi disampaikan setelah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang terbit, kontraktor tetap dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal SKFP Eksploitasi berlaku setelah tanggal 1 Januari tahun disetujuinya pengembangan lapangan pertama atau lapangan selanjutnya, Kontraktor diberikan fasilitas pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b sejak tahun pajak setelah berlakunya SKFP Eksploitasi. 


Bagian Keempat
Kewajiban Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang Tidak Dipungut dan/atau Pajak Bumi dan Bangunan
yang Tidak Seharusnya Mendapat Pengurangan

Pasal 14


(1) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa:
  1. fasilitas perpajakan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) tidak diperuntukkan dalam rangka Operasi Perminyakan; dan/atau
  2. SKFP Eksplorasi atau SKFP Eksploitasi dimanfaatkan oleh Kontraktor untuk memperoleh fasilitas perpajakan meskipun sudah dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) dan Pasal 10 ayat (8),
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak dipungut dan/atau Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak seharusnya mendapat pengurangan, harus dibayar oleh Kontraktor.
(2) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Atas Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak seharusnya mendapat pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Atas Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak atau kurang dibayar sampai dengan jatuh tempo pembayaran, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

BAB III
PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PEMBEBANAN BIAYA
OPERASI FASILITAS BERSAMA (COST SHARING) DAN
PENGELUARAN ALOKASI BIAYA TIDAK LANGSUNG
KANTOR PUSAT

Pasal 15


(1) Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (Cost Sharing) oleh Kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu Minyak dan Gas Bumi dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan dan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang timbul tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. barang yang digunakan dan diperoleh atau dibeli Kontraktor sebagai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama merupakan barang milik negara;
  2. atas pemanfaatan barang milik negara yang digunakan sebagai fasilitas bersama telah mendapat persetujuan SKK Migas; dan
  3. pemanfaatan fasilitas bersama tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.
(2) Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (Cost Sharing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dari satu Kontraktor kepada Kontraktor lainnya yang mendapat manfaat atas biaya operasi tersebut, dengan jumlah dari biaya yang dibebankan kepada masing-masing Kontraktor adalah sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan secara keseluruhan.
(3) Barang milik negara dan pemanfaatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mulai berlaku sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

 

Pasal 16


(1) Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat dari Kontraktor sepanjang memenuhi syarat:
  1. digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia;
  2. Kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi Kantor Pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan
  3. besarannya tidak melampaui batasan yang ditetapkan dengan peraturan Menteri yang mengatur mengenai batasan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak Dan Gas Bumi,
bukan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.


Pasal 17


(1) Perlakuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 diberikan kepada Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama dengan pengembalian biaya operasi yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dapat diberikan perlakuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dalam hal kontraknya belum mengatur atau belum cukup mengatur secara tegas mengenai persyaratan biaya operasi yang dapat dikembalikan dan/atau norma pembebanan biaya operasi.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan biaya operasi yang dapat dikembalikan dan norma pembebanan biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dalamnya termasuk ketentuan pengaturan mengenai pengecualian pemotongan Pajak Penghasilan dan pengecualian pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas:
  1. pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing); dan/atau
  2. pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 974