Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 10/PJ/2017

Kategori : KUP

Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan


21 April 2017


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 10/PJ/2017

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN LAPANGAN
DALAM RANGKA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 
A. Umum

Salah satu ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 adalah mengenai Pemeriksaan Lapangan, yaitu Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

Dalam rangka meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusi Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, menjaga integritas dan profesionalisme Pemeriksa Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, serta untuk meningkatkan kualitas temuan hasil pemeriksaan sehingga menghasilkan surat ketetapan pajak yang dapat dipertanggungjawabkan, diperlukan petunjuk teknis atas ketentuan yang mengatur mengenai prosedur Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Penguatan proses persiapan pemeriksaan, prosedur pemanggilan Wajib Pajak sebagai awal dimulainya pemeriksaan, optimalisasi hak Wajib Pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan dan melembagakan proses pembahasan internal draft temuan sementara sebelum pemberitahuan ke Wajib Pajak merupakan prosedur baru yang ditekankan untuk mencapai tujuan tersebut di atas. Oleh karena itu diperlukan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan dan kebijakan pemeriksaan serta ketentuan pelaksanaan pemeriksaan lainnya agar prosedur tersebut dapat dilaksanakan. Untuk keperluan ini, dipandang perlu untuk menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk teknis bagi Pemeriksa Pajak dalam melakukan kegiatan Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan baik yang dilaksanakan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
2. Tujuan
Surat Edaran ini disusun dengan tujuan:
  1. meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusi Direktorat Jenderal Pajak dalam pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
  2. menjaga integritas dan profesionalisme Pemeriksa Pajak dalam melaksanakan kegiatan Pemeriksaan Lapangan;
  3. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
  4. mengoptimalkan Pemeriksaan melalui kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang didapatkan melalui Pemeriksaan Lapangan; dan
  5. meningkatkan kualitas temuan hasil pemeriksaan sehingga menghasilkan surat ketetapan pajak yang dapat dipertanggungjawabkan.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi petunjuk teknis kegiatan Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang terdiri dari:
  1. Penegasan Dasar Hukum;
  2. Persiapan Pemeriksaan;
  3. Pemanggilan dan Pertemuan dengan Wajib Pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak;
  4. Permintaan Tertulis kepada Pihak Ketiga;
  5. Pelaksanaan Pengujian di Tempat Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan;
  6. Perolehan Data dalam Bentuk Elektronik;
  7. Penyegelan;
  8. Tindak Lanjut Pemeriksaan Setelah Pengujian di Tempat Wajib Pajak; dan
  9. Pembahasan Temuan Sementara Hasil Pemeriksaan.
   
D. Dasar

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.03/2016;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.03/2017 tentang Penetapan Aplikasi, Prosedur Pengajuan, Tata Naskah Dinas Elektronik, dan Kode Khusus Naskah Dinas, Usulan pembukaan Rahasia Bank Secara Elektronik.
  7. PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
   
E. Materi

Prosedur Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 (selanjutnya disebut PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015), ketentuan yang mengatur mengenai Kebijakan Pemeriksaan, dan ketentuan pelaksanaan Pemeriksaan lainnya. Dalam pelaksanaannya, diperlukan beberapa penegasan dan penguatan atas prosedur Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai bentuk penjabaran lebih lanjut dari PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 sebagai berikut:
1. Penegasan Dasar Hukum
a. Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) mengatur bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
1) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
2) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
3) memberikan keterangan lain yang diperlukan.
c. Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
d. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b.
e. Pasal 11 huruf a PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 mengatur bahwa dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
f Pasal 27 ayat (1) PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 mengatur bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak.
g Pasal 1 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mengatur bahwa Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
2. Persiapan Pemeriksaan
Sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi Pemeriksaan, tahapan persiapan pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
a. Pemeriksa Pajak mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak yang dilakukan di kantor, antara lain melalui kegiatan:
1) wawancara dengan Account Representative yang melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan dalam hal diperlukan, untuk mengetahui profil Wajib Pajak, proses bisnis Wajib Pajak, laporan keuangan, data Surat Pemberitahuan (SPT), Laporan Hasil Pemeriksaan tahun sebelumnya, dan data lain yang diperlukan. Hasil wawancara dengan Account Representative dituangkan dalam Berita Acara Hasil Wawancara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
2) pengumpulan data baik internal maupun eksternal dan informasi lainnya mengenai Wajib Pajak, antara lain:
a) data kependudukan;
b) data dari internet;
c) data validasi alamat melalui 108; dan/atau
d) data bidang usaha dan contact person dari database B2B, Orbis, OSIRIS/ORIANA.
b. Pemeriksa Pajak mengumpulkan data dan informasi di lapangan melalui kegiatan observasi lapangan.
Dalam rangka mengoptimalkan perolehan data, dokumen, dan informasi, Pemeriksa Pajak dapat melakukan observasi lapangan antara lain mengenai:
1) keberadaan orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan dan pihak terkait;
2) keberadaan dokumen atau data, termasuk penyimpanan dokumen, kapasitas kegiatan usaha, data pemasok dan pelanggan, dokumen-dokumen yang digunakan oleh Wajib Pajak;
3) situasi dan kondisi di lokasi yang akan dilakukan Pemeriksaan Lapangan;
4) alat/sarana yang diperlukan dalam Pemeriksaan Lapangan;
5) kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
6) kebutuhan bantuan pengamanan dari aparat yang berwenang, dan
7) modus penyelewengan atau penghindaran pajak yang mungkin dilakukan oleh Wajib Pajak.
c. Pemeriksa Pajak menyusun rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit program) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan berdasarkan hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
d. Pemeriksa Pajak menyiapkan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai. Penyiapan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Melakukan inventarisir dan memastikan berkas Wajib Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan telah lengkap. Dalam hal berkas Wajib Pajak belum lengkap, Pemeriksa Pajak dapat melakukan peminjaman berkas kepada Unit kerja terkait di lingkungan DJP;
2) Kelengkapan berkas Wajib Pajak sebagaimana angka 1) harus menyesuaikan dengan risiko yang telah diidentifikasi pada Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) dan memperhatikan Teknik Pemeriksaan minimal yang akan dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penyusunan Program Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
3) Mempersiapkan sarana Pemeriksaan antara lain kartu tanda pengenal Pemeriksa Pajak, formulir-formulir yang diperlukan dalam proses pemeriksaan lapangan termasuk pakta integritas, tanda segel; dan
4) Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung Pemeriksaan (audit tools) dalam hal diperlukan, seperti:
a) Permintaan tenaga ahli yang dibutuhkan, seperti tenaga ahli bahasa, penilai, ahli IT, ahli Transfer Pricing;
b) Aplikasi pendukung pemeriksaan dan/atau peralatan yang dibutuhkan;
c) Data pembanding transaksi.
3. Pemanggilan dari Pertemuan dengan Wajib Pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak
a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
1) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017.
2) Dengan disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Wajib Pajak tidak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KUP.
3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan bersamaan dengan surat panggilan kepada Wajib Pajak.
4) Untuk memastikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dan surat panggilan sebagaimana dimaksud pada angka 3) diterima oleh Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak melalui telepon, email atau Saluran komunikasi lainnya,
b. Pemanggilan Wajib Pajak yang diperiksa ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak
1) Surat panggilan kepada Wajib Pajak merupakan surat yang digunakan Pemeriksa Pajak untuk memanggil Wajib Pajak ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai prosedur awal Pemeriksaan Lapangan.
2) Surat panggilan kepada Wajib Pajak berisi:
a) waktu, tempat, dan maksud dilaksanakannya pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak; dan
b) buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak.
3) Waktu dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat panggilan sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) ditentukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Panggilan, dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak.
4) Tempat dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat pemanggilan Sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) atau di kantor DJP selain kantor UP2 dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak.
Contoh I
Wajib Pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Satu namun lokasi Wajib Pajak terdapat di Medan. Pemanggilan dan pertemuan dengan Wajib Pajak dapat dilakukan di salah satu Kantor DJP yang berlokasi di Medan, seperti KPP Madya Medan, Kanwil DJP Sumatera Utara I, atau kantor DJP lainnya yang berlokasi di Medan.
Contoh II
Wajib Pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Satu namun lokasi Wajib Pajak berada di daerah Soroako, Sulawesi Selatan. Pemanggilan dan pertemuan dengan Wajib Pajak dapat dilakukan di kantor DJP yang terdekat dengan lokasi Wajib Pajak, seperti di KP2KP Malili.
5) Jenis buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak menyesuaikan dengan risiko yang telah diidentifikasi pada Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) dan memperhatikan Teknik Pemeriksaan minimal yang akan dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penyusunan Program Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Contoh I
Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi dengan risiko terdapat penghasilan yang belum sebenarnya dilaporkan, maka sesuai dengan Teknik Pemeriksaan minimal yang harus dilakukan, Pemeriksa Pajak harus meminta Wajib Pajak membawa dokumen terkait pencatatan uang kas dan/atau seluruh rekening koran Wajib Pajak untuk dapat dilakukan pengujian arus uang dan dokumen terkait pencatatan penjualan dan piutang serta seluruh rekening koran Wajib Pajak untuk dapat dilakukan pengujian arus piutang.
Contoh II
Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas SPT Masa PPN dengan risiko terdapat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang belum sebenarnya dilaporkan, maka sesuai dengan Teknik Pemeriksaan minimal yang harus dilakukan, Pemeriksa Pajak harus meminta Wajib Pajak membawa dokumen terkait seluruh penyerahan BKP, seluruh Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan pada masa pajak yang diperiksa dan/atau seluruh rekening koran Wajib Pajak untuk dapat dilakukan pengujian penelusuran bukti dan dokumen terkait dengan peredaran usaha yang terjadi pada masa pajak yang diperiksa untuk dapat dilakukan pengujian ekualisasi atau rekonsiliasi antara peredaran usaha dengan penyerahan BKP.
c. Pertemuan dan Permintaan Keterangan kepada Wajib Pajak yang diperiksa
1) Pertemuan dengan Wajib Pajak harus dilakukan pada waktu dan tempat sesuai dengan Surat Panggilan dan dilakukan di ruangan khusus yang memiliki alat perekam suara (audio) dan gambar (visual).
2) Dalam melaksanakan pertemuan dengan Wajib Pajak, harus dihadiri oleh:
a) wakil Wajib Pajak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP, untuk Wajib Pajak Badan;
b) orang pribadi yang bersangkutan, untuk Wajib Pajak Orang Pribadi;
c) salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan, untuk warisan yang belum terbagi; atau
d) wali atau pengampunya, untuk anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan.
3) Wajib Pajak yang menghadiri pertemuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat didampingi oleh pihak lain.
4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka 3) antara lain pegawai atau konsultan pajak yang memahami kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
5) Dalam melaksanakan pertemuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Wajib Pajak harus memenuhi permintaan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan Pemeriksa Pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Panggilan.
6) Dalam hal Wajib Pajak hadir sesuai dengan surat panggilan, Pemeriksa Pajak melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dengan memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan;
b) memberikan penjelasan mengenai:
  1. alasan dan tujuan Pemeriksaan;
  2. hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
  3. hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015; dan
  4. kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari Wajib Pajak.
dan menuangkannya dalam Berita Acara Pertemuan dengan Wajib Pajak.
c) menandatangani dokumen pakta integritas yang ditandatangani bernama antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan serta diketahui oleh Kepala UP2.
d) melakukan permintaan keterangan kepada Wajib Pajak yang diperiksa sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) huruf c Undang-Undang KUP, yang paling sedikit harus meminta penjelasan atas hal-hal sebagai berikut:
  1. Identitas Wajib Pajak yang dimintai keterangan;
  2. Proses bisnis Wajib Pajak;
  3. Pembukuan atau pencatatan yang dilakukan Wajib Pajak termasuk dokumentasinya;
  4. Informasi mengenai pelanggan dan supplier utama Wajib Pajak;
  5. Transaksi-transaksi yang bersifat khusus; atau
  6. Klarifikasi terhadap data yang ditemukan Pemeriksa Pajak dengan data pada SPT.
dan menuangkannya dalam Berita Acara Pemberian Keterangan.
7) Dalam hal Wajib Pajak hadir namun menolak membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pemberian Keterangan.
8) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir, Pemeriksa Pajak:
a) membuat Berita Acara Ketidakhadiran yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak; dan
b) melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan di tempat Wajib Pajak yang didahului dengan melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c angka 6).
9) Setelah dilakukan pemanggilan dan pertemuan dengan Wajib Pajak di kantor DJP, Pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk di dalamnya adalah ketentuan bahwa Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa.
4. Permintaan Tertulis kepada Pihak Ketiga
a. Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang KUP jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013, Pemeriksa pajak berwenang untuk meminta keterangan tertulis dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan.
b. Pada prinsipnya terkait dengan permasalahan kerahasiaan terdapat dua kelompok pihak ketiga yaitu:
1) Bank yang kerahasiaannya ditiadakan dalam hal terdapat ijin dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan; dan
2) Pihak ketiga lainnya seperti pemasok (supplier), pelanggan, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, yang kerahasiaannya ditiadakan berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak yang telah dilimpahkan kepada Kepala UP2.
c. Dalam hal persyaratan untuk melakukan permintaan keterangan secara tertulis telah berhasil dikumpulkan dan diperoleh, maka Pemeriksa Pajak harus segera melakukan prosedur permintaan keterangan secara tertulis kepada pihak ketiga yang terkait dengan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan.
d. Termasuk ke dalam permintaan keterangan secara tertulis adalah pembukaan rahasia nasabah penyimpan yang dilakukan secara elektronik melalui Aplikasi Buka Rahasia (AKASIA) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak Terkait oleh Kewajiban Merahasiakan.
e. Permintaan keterangan secara tertulis kepada Bank melalui pembukaan rahasia nasabah penyimpan pada saat pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan surat kuasa dari Wajib Pajak kepada Pemeriksa Pajak untuk meminta keterangan atau bukti dari bank tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan atau berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak diperlukan permintaan pembukaan rahasia nasabah penyimpan.
5. Pelaksanaan Pengujian di Tempat Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan
a. Berita Acara Pemberian Keterangan dalam pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c angka 6) huruf d) menjadi dasar bagi Pemeriksa Pajak untuk dapat melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c angka 8) huruf b) harus dilanjutkan dengan melakukan pengujian ditempat Wajib Pajak.
c. Pengujian di tempat Wajib Pajak dapat dilakukan pada hari yang sama atau berbeda sejak pertemuan dengan Wajib Pajak di kantor DJP dengan mempertimbangkan risiko Wajib Pajak, lokasi Wajib Pajak, dan SDM yang dibutuhkan.
d. Pengujian di tempat Wajib Pajak dilakukan secara mendadak dan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak pertemuan dengan Wajib Pajak, serta dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam hal diperlukan data atau informasi tambahan.
e. Pelaksanaan pengujian di tempat Wajib Pajak dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pajak. Dalam hal diperlukan, Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh Pegawai DJP lainnya yang ditunjuk melalui Surat Tugas dari Kepala UP2 atau oleh Tenaga Ahli yang ditunjuk melalui Surat Tugas Tenaga Ahli dengan ketentuan bahwa segala tindakan dan/atau  kegiatan yang dilakukan oleh Pegawai DJP lainnya atau Tenaga Ahli tersebut berada di bawah kendali Tim Pemeriksa Pajak.
f. Pada saat melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak, Tim Pemeriksa Pajak didampingi oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala UP2 melalui Surat Tugas untuk melakukan pendampingan pengujian di tempat Wajib Pajak, yang bertugas untuk:
1) memastikan tata cara pemeriksaan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2) memastikan Wajib Pajak dapat melaksanakan hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) memastikan Pemeriksaan terselenggara sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik; dan
4) setelah melakukan tugas pendampingan, petugas yang ditunjuk menyusun dan menyampaikan laporan kepada Kepala UP2.
g. Saat melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus melakukan hal-hal, antara lain:
1) meminjam pada saat itu juga data yang diperlukan dan ditemukan/diperoleh di lapangan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, seperti:
a) data lawan transaksi (data pelanggan, data pemasok, dll) beserta dokumen pendukungnya yang berhubungan dengan penjualan barang dan Harga Pokok Penjualan atau Harga Pokok Produksi;
b) buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
c) rekening Koran Wajib Pajak; dan/atau
d) data lainnya.
2) Termasuk data lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf d) adalah:
a) surat kuasa dari Wajib Pajak kepada Pemeriksa Pajak untuk meminta keterangan atau bukti dari bank tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIA atau Lampiran IIB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini; dan/atau
b) surat kuasa yang memberikan akses kepada Pemeriksa Pajak untuk melihat dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam hal Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan adalah penyelenggara negara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
c) dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak memberikan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan/atau huruf b), Pemeriksa Pajak menindaklanjuti dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. membuat berita acara penolakan memberikan surat kuasa yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dengan menggunakan format berita acara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
  2. dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada butir i, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud.
  3. melakukan permintaan membuka rahasia bank sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai permintaan membuka rahasia bank dan/atau melanjutkan Pemeriksaan berdasarkan data yang ada.
3) memperhatikan rekening koran Wajib Pajak yang bersifat transitory account, yakni akun rekening koran yang memiliki saldo awal dan/atau saldo akhir nihil akan tetapi sepanjang periode tersebut terdapat transaksi bank. Dalam hal diketahui adanya transitory account baik atas nama Wajib Pajak maupun atas nama pihak lain, Pemeriksa Pajak melakukan peminjaman dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) atau melakukan pembukaan rahasia nasabah penyimpan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf d.
4) meminta keterangan tertulis maupun lisan dari Wajib Pajak, wakil, kuasa Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak dan harus dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Contoh keterangan tertulis misalnya:
a)    surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik;
b)    keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya;
c)    surat pernyataan tentang kepemilikan harta; atau
d)    surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup.
Contoh keterangan lisan misalnya:
a)    wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak;
b)    wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak;
c)    wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat khusus; atau
d)    klarifikasi terhadap data yang ditemukan Pemeriksa Pajak dengan data pada SPT.
5) Melakukan inspeksi untuk menguji eksistensi dan pengecekan fisik antara lain:
a) proses produksi dan alur kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
b) kapasitas produksi, produk yang dihasilkan, jumlah karyawan, modal sendiri atau pinjaman yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak dalam menjalankan kegiatannya; dan/atau
c) harta berupa uang, persediaan, peralatan, aktiva tetap dan/atau harta Wajib Pajak lainnya.
h. Pemeriksa Pajak harus mengoptimalkan pelaksanaan pengujian di tempat Wajib Pajak untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan pemeriksaan.
i. Setiap pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Pengujian di Tempat Wajib Pajak dengan menggunakan format berita acara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
j. Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pengujian di tempat Wajib Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal Wajib Pajak bersikap kooperatif, yaitu memenuhi ketentuan mengenai kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP, Pemeriksa Pajak melanjutkan pengujian pemeriksaan sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan dan auditplan.
2) Dalam hal Wajib Pajak bersikap tidak kooperatif, yaitu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b Undang-Undang KUP, berupa tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf a Undang-Undang KUP, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan sebagaimana tata cara penyegelan yang diatur dalam PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam hal setelah dilakukan Penyegelan Wajib Pajak menjadi kooperatif, Pemeriksa Pajak melanjutkan pengujian pemeriksaan sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan dan audit plan.
b) Dalam hal setelah dilakukan Penyegelan Wajib Pajak tetap tidak kooperatif yang ditunjukkan dengan melakukan pembatasan pemeriksaan sehingga tidak memenuhi ketentuan mengenai kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP atau Wajib Pajak menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, berdasarkan pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak dan Kepala UP2, Pemeriksa Pajak harus menentukan apakah akan menghitung besarnya penghasilan kena pajak secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan, yang dituangkan di dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
6. Perolehan Data dalam Bentuk Elektronik
a. Dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan secara elektronik, Pemeriksa Pajak harus memperoleh data yang diperlukan dalam bentuk elektronik dan menyimpan data tersebut menggunakan media penyimpanan elektronik yang tidak dapat diubah, melakukan imaging file-file yang diunduh, melakukan hashing file image tersebut, serta membuat Berita Acara Perolehan Data, Catatan dan/atau Dokumen yang Dikelola Secara Elektronik dengan merinci nama file, ukuran file, dan hash value file image tersebut.
b. Perolehan data elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memahami sistem informasi yang digunakan oleh orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan dan menuangkannya dalam Formulir Kuesioner Gambaran Umum Sistem Informasi sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
2) Meminta ijin untuk mengakses dan/atau mengunduh data elektronik yang dikelola oleh Wajib Pajak yang dibuktikan dengan Wajib Pajak menandatangani Surat Pernyataan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
3) Melakukan pengunduhan Data Elektronik dari perangkat yang diduga sebagai penyimpan dokumen. Prosedur melakukan imaging file yang dipinjam dan melakukan hashing file Image terdapat dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
4) Membuat Berita Acara Perolehan Data, Catatan dan/atau Dokumen yang Dikelola Secara Elektronik sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX dan dilampiri dengan Lampiran Rincian Perolehan Data, Catatan dan/atau Dokumen yang Dikelola Secara Elektronik sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini; dan
5) Mendokumentasikan seluruh proses Perolehan Data Elektronik.
c. Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan tenaga e-auditor dalam hal terdapat kendala untuk memperoleh data secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
d. Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan peminjaman data dalam bentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a dikarenakan Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan secara elektronik, atau Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengolahan data karena keterbatasan database pengolahan data yang dimiliki, atau karena alasan lain yang menyebabkan Pemeriksa Pajak melakukan peminjaman buku, catatan, atau dokumen non elektronik, Pemeriksa Pajak menuangkannya dalam Berita Acara Pelaksanaan Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen Non Elektronik sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
e. Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan di Kantor Pelayanan Pajak Madya, harus melaksanakan e-audit dalam pelaksanaan pemeriksaannya sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-25/PJ/2013 tentang pedoman e-audit.
7. Penyegelan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melakukan penyegelan sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf j butir 2) antara lain:
a. Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak yang dapat merupakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, pegawai Wajib Pajak, atau pihak ketiga lainnya.
b. Penyegelan juga dilakukan terhadap data yang dikelola secara elektronik untuk mengamankan data tersebut agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar atau dipalsukan, baik secara fisik maupun melalui jaringan.
8. Tindak Lanjut Pemeriksaan Setelah Pengujian di Tempat Wajib Pajak
Setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf d telah berakhir, berdasarkan pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak dan Kepala UP2, Pemeriksa Pajak harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan, yang dituangkan di dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan didukung dengan Berita Acara Pemenuhan Dokumen, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal Wajib Pajak bersikap kooperatif sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf j angka 1) dan angka 2) butir a), Pemeriksa Pajak melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) melanjutkan pengujian dengan menggunakan metode dan teknik pemeriksaan sesuai dengan rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit program) yang telah disusun.
2) Dalam hal Pemeriksa Pajak menemukan kondisi yang berbeda antara audit plan dengan pelaksanaan pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak dapat melakukan perubahan rencana pemeriksaan (audit plan).
3) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak selesainya pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus memutuskan untuk menyampaikan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak memiliki hak untuk mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal Pemeriksa Pajak memutuskan Untuk menyampaikan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak memiliki hak untuk mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3) adalah sebagai berikut:
1) Dalam hal Wajib Pajak terbukti tidak melaporkan peredaran usaha maupun biaya-biaya yang sebenarnya atau terdapat temuan-temuan yang bersifat material dalam Surat Pemberitahuan yang sedang dilakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak memiliki hak untuk mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP.
2) Temuan-temuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus didukung dengan Berita Acara Permintaan Keterangan kepada Wajib Pajak.
3) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1) bermaksud untuk memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, maka Wajib Pajak, wakil atau kuasa membuat Surat Pernyataan akan memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP dengan menggunakan format surat pernyataan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
4) Dalam hal Wajib Pajak tidak memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, Pemeriksa Pajak dapat mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP dan tidak dilakukan pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka Pemeriksa Pajak menyelesaikan pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Dalam hal Wajib Pajak bersikap tidak kooperatif sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf j angka 2) butir b), Pemeriksa Pajak harus menentukan apakah akan menghitung besarnya penghasilan kena pajak secara jabatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
9. Pembahasan Temuan Sementara Hasil Pemeriksaan
  1. Temuan pemeriksaan harus mencerminkan hasil pengujian sesuai dengan data, dokumen, dan informasi yang relevan atas pos-pos yang diperiksa.
  2. Sebelum penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, berdasarkan pertimbangan Kepala UP2 atau berdasarkan usulan Tim Pemeriksa Pajak dilakukan pembahasan temuan sementara hasil pemeriksaan.
  3. Pembahasan temuan sementara sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan bersama antara Tim Pemeriksa Pajak dengan Kepala UP2 dan tim yang dibentuk oleh Kepala UP2.
  4. Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam risalah rapat yang menjadi pertimbangan bagi Tim Pemeriksa Pajak untuk menghasilkan temuan yang lebih objektif dan berkualitas.
   
F. Ketentuan Lain-Lain

  1. Surat Edaran ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2016 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
  2. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2017
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

KEN DWIJUGIASTEADI

NIP 195711081984081001