Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 64/PMK.05/2013

Kategori : PPh

Mekanisme Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan Dan Penyetoran Pajak Yang Dilakukan Oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 64/PMK.05/2013

TENTANG

MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa Bendahara Pengeluaran sebagai Wajib Pungut Pajak Penghasilan dan pajak lainnya wajib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang berasal dari potongan maupun yang dipungutnya ke Kas Negara;
  2. bahwa dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, perlu mengatur mekanisme pengawasan terhadap pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang Dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah;
 
Mengingat :
 
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4578);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  7. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010;

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH.
 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Pajak adalah pajak pemerintah pusat yang dipotong/dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah atas belanja yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai perpajakan.
  2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
  3. Kepala Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota.
  4. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
  5. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.
  6. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
  7. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai BUD dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
  8. Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disebut Kuasa BUD adalah pejabat di lingkungan SKPKD yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada BUD.
  9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.
  10. Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Bendahara Pengeluaran SKPD adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
  11. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  12. Surat Ketetapan Pajak yang selanjutnya disingkat SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
  13. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  14. Bank Persepsi adalah bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri dan penerimaan negara bukan pajak.
  15. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara.
  16. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.
  17. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank.
  18. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Pos.
  19. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP.
  20. Daftar Nominatif Penerimaan yang selanjutnya disingkat DNP adalah rincian penerimaan negara yang ditandatangani oleh pejabat Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan disahkan oleh pejabat Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
  21. Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah yang selanjutnya disebut DTH adalah daftar yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran SKPD dan Kuasa BUD yang memuat rincian transaksi harian belanja daerah per Surat Perintah Membayar/Surat Penyediaan Dana (SPM/SPD) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
  22. Rekapitulasi Transaksi Harian Belanja Daerah yang selanjutnya disebut RTH adalah daftar yang dibuat oleh Kuasa BUD yang memuat rekapitulasi dari DTH dalam satu wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota.
  23. Konfirmasi Surat Setoran Penerimaan Negara adalah serangkaian kegiatan untuk memastikan bahwa atas setoran yang tercantum dalam surat setoran penerimaan negara telah diterima di kas negara.
  24. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
  25. Konfirmasi Kebenaran Perhitungan/Penyetoran Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk memastikan transaksi belanja daerah yang seharusnya dikenakan pajak telah dipotong/dipungut/disetor sesuai ketentuan perundang-undangan.
  26. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  27. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan wajib pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  28. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  29. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2


Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
  1. pemotongan/pemungutan dan penyetoran Pajak atas Belanja Daerah;
  2. pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak dan konfirmasi setoran penerimaan Pajak atas Belanja Daerah;
  3. konfirmasi kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak atas Belanja Daerah;
  4. pemeriksaan/verifikasi Pajak terhadap pelaksanaan pemotongan/pemungutan dan penyetoran Pajak atas Belanja Daerah;
  5. penyetoran Pajak terutang; dan
  6. sanksi.
 

BAB III
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK
ATAS BELANJA DAERAH

Pasal 3


(1) Dalam melaksanakan anggaran Belanja Daerah di setiap SKPD, Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau pejabat pelaksana teknis kegiatan mengajukan permintaan pembayaran atas transaksi pengeluaran kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan.
(2) Pengajuan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) atau mekanisme Langsung (LS).
(3) Berdasarkan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mengajukan perintah membayar kepada Kuasa BUD.
(4) Berdasarkan perintah membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kuasa BUD menerbitkan perintah pencairan dana.


Pasal 4


Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD wajib memotong/memungut Pajak atas transaksi pengeluaran yang bersumber dari anggaran Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 

Pasal 5


(1) Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD menyetorkan hasil pemotongan/pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ke Kas Negara.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
  1. menggunakan SSP; atau
  2. menggunakan sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SSP.
(3) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam batas waktu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak.

 

Pasal 6


Untuk penyetoran hasil pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, Bank Persepsi/Pos Persepsi menyampaikan:
  1. SSP lembar ke-1, lembar ke-3, dan lembar ke-5 yang sudah tertera NTPN dilampiri BPN kepada Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD; dan
  2. SSP lembar ke-2 yang sudah tertera NTPN kepada KPPN dilampiri DNP.
 

BAB IV
PENGUJIAN KEBENARAN PERHITUNGAN/PENYETORAN PAJAK
DAN KONFIRMASI SETORAN PENERIMAAN PAJAK
ATAS BELANJA DAERAH

Pasal 7


(1) Dalam rangka pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak:
  1. Bendahara Pengeluaran SKPD harus membuat DTH atas Belanja Daerah yang pemungutan/pemotongan dan/atau penyetoran pajaknya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD; dan
  2. Kuasa BUD harus membuat DTH atas Belanja Daerah yang pemungutan/pemotongan dan/atau penyetoran pajaknya dilakukan oleh Kuasa BUD.
(2) DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilampiri SSP lembar ke-3.
(3) DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8


(1) DTH yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilampiri SSP lembar ke-3 dan disampaikan kepada Kuasa BUD.
(2) Penyampaian DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama tanggal 10 setelah bulan yang bersangkutan berakhir.
(3) Dalam hal tanggal 10 setelah bulan yang bersangkutan berakhir jatuh pada hari libur atau hari kerja yang diliburkan, penyampaian DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
    

Pasal 9


(1) Berdasarkan DTH yang disampaikan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan DTH yang dibuat oleh Kuasa BUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, Kuasa BUD membuat RTH.
(2) RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 10


(1) Kuasa BUD menyampaikan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) kepada Kepala KPP secara bulanan paling lama tanggal 20 setelah bulan yang bersangkutan berakhir.
(2) Dalam hal tanggal 20 setelah bulan yang bersangkutan berakhir jatuh pada hari libur atau hari kerja yang diliburkan, penyampaian RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
(3) RTH yang disampaikan kepada Kepala KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
  1. DTH dari Bendahara pengeluaran SKPD;
  2. DTH dari Kuasa BUD; dan
  3. SSP lembar ke-3.
(4) Penyampaian RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan pembagian KPP yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Kepala KPP menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penyampaian RTH kepada Kuasa BUD berdasarkan pembagian KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) RTH disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy.
(7) Berdasarkan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPP memberikan tanda terima penyampaian RTH kepada Kuasa BUD.
              

Pasal 11


(1) Dalam hal Kuasa BUD tidak menyampaikan RTH secara tepat waktu, Kepala KPP menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala Daerah.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada:
  1. Direktur Jenderal Pajak;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. Kuasa BUD berkenaan.
(3) Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah meminta Kuasa BUD untuk segera menyampaikan RTH kepada Kepala KPP.
(4) Berdasarkan tembusan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan daftar Kuasa BUD yang tidak menyampaikan RTH kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.
        
    

Pasal 12


(1) Kepala KPP melakukan konfirmasi surat setoran penerimaan negara atas lembar ke-3 SSP yang dilampirkan pada RTH yang disampaikan ke KPP.
(2) Konfirmasi surat setoran penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui data transaksi penerimaan negara yang tercatat pada sistem MPN.
(3) Dalam hal konfirmasi surat setoran penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencukupi, KPP melakukan konfirmasi surat setoran penerimaan negara ke KPPN.
(4) Tata cara konfirmasi surat setoran penerimaan negara ke KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
   

Pasal 13


(1) KPP melakukan pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak berdasarkan:
  1. hasil perhitungan potensi Pajak atas Belanja Daerah;
  2. DTH yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran SKPD;
  3. DTH yang dibuat oleh Kuasa BUD;
  4. RTH yang dibuat oleh Kuasa BUD;
  5. SSP lembar ke-3; dan
  6. hasil konfirmasi surat setoran penerimaan negara.
(2) Perhitungan potensi Pajak atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan informasi tentang APBD per SKPD per jenis belanja kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dalam rangka perhitungan potensi Pajak atas Belanja Daerah;
  2. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan informasi tentang APBD per SKPD per jenis belanja kepada Direktur Jenderal Pajak; dan
  3. Direktur Jenderal Pajak melakukan perhitungan potensi penerimaan Pajak atas Belanja Daerah.


BAB V
KONFIRMASI KEBENARAN PERHITUNGAN/PENYETORAN PAJAK
ATAS BELANJA DAERAH

Pasal 14


(1) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran Pajak berdasarkan hasil pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Kepala KPP melakukan konfirmasi kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak kepada Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau Kuasa BUD.
(2) Kepala KPP menyampaikan surat pemberitahuan hasil konfirmasi kepada Kuasa BUD dengan tembusan kepada Kepala Daerah dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.


BAB VI
PEMERIKSAAN/VERIFIKASI PAJAK TERHADAP PELAKSANAAN
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK
ATAS BELANJA DAERAH

Pasal 15


(1) Dalam hal hasil pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan/atau konfirmasi kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) masih terdapat selisih kurang Pajak yang belum dipotong/dipungut dan/atau disetor oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD, KPP melakukan pemeriksaan dan/atau verifikasi.
(2) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
(3) KPP menyampaikan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.


BAB VII
PENYETORAN PAJAK TERUTANG

Pasal 16


(1) Berdasarkan SKPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara.
(2) Penyetoran kewajiban Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(3) Apabila Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD tidak menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala Daerah.
(4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(5) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah meminta Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD untuk segera menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara.
(6) Berdasarkan tembusan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan daftar Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD yang tidak menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.
      

BAB VIII
SANKSI

Pasal 17


Dalam hal penyetoran kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD diberikan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 18


(1) Direktorat Jenderal Pajak/KPP melakukan sosialisasi kepada Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD mengenai pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran Pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.
(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan KPPN sesuai wilayah kerjanya.


Pasal 19


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. perhitungan potensi Pajak atas Belanja Daerah;
  2. penetapan tiap KPP dalam rangka penerimaan DTH dan RTH dari Kuasa BUD;
  3. tata cara penyampaian dan penatausahaan DTH dan RTH;
  4. tata cara konfirmasi kebenaran perhitungan/penyetoran Pajak; dan
  5. tata cara pemeriksaan/verifikasi,
  6. diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
                                          
                                          


  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Maret 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Maret 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 438